Memprihatinkan. Setelah sekian lama arus investasi dan modal pendidikan mengalir di papua, ternyata kehadiran itu tidak berbanding lurus dengan pesatnya peningkatan kesejahtraan warganya, terutama masyarakat asli papua. lebih menyedikan, sebagian besar masa usia sekolah dasar justru tersinggkir dan menjadi penontong bahkan korban jiwa. Disamping itu perkembangan ekonomi masyarakat pribumi makin merosot dibanding pengusaha transmigrasi. Disana sangat jelas terungkap yang mana, memiliki kajian ekonomi regianal Triwulan II Tahun 2009 yang dilakukan bank indonesia di propinsi papua dan papua barat, kinerja ekonomi makro dan mikro di kedua wilayah tersebut dinilai cenderung membaik. Pertumbuan ekonomi di papua mencapai angka mendekati empat persen (4%), dan propinsi papua barat mendekati enam persen (6%).
Salah satu penopan kinerja makro ekonomi itu adalah tingkat konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah yang cenderung meningkat. Hal itu memang terbukti, jalang dan jembantang banyak dibangun wilayah pedalam, puskesmas banyak dibangun di distrik-distrik, namun disini mucul pertanyaan dimanakah gedung gedung sekolah yang berbobot?
Diperkotaan, ruko banyak dibangun hingga sampai tersinggirkan masyarakat pribumi. Geliat sektor jasa pun turut bergerak dengan didirikannya banyak hotel baru. Semua itu menunjukkan aktivitas belanja infrastruktur yang gencar di kedua provinsi tersebut.
Selain itu, saya juga memaparkan kinerja industri penerbangan khususnya di papua menyumbang hingga enam puluh persen (60 %) lebih, produk domestik regional bruto propinsi papua yang mencapai RP 18,94 Triliun ( data badan pusat statistik di papua, 2009). Untuk propinsi papua barat diperkirakan masa mendatang laju pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat seiring dimulainya pengapalan gas alam cair dari lapangan tanggu di bintuni. Juli tahun lalu sebanyak 136.000 meter kubik gas alam cair telah di kirim ke korea selatan dan itu menandai cikal bakal lahirnya industri strategis di Wilaya Indonesia Timur, khususnya di Papua. Kehadiranya mampu memberikan efek domino bagi kinerja perekonomian di wilaya tersebut, sementara masyarakat asalnya disingirkan dan di aniyaya di seluruh papua baik dari pelosok hingga sampai perkotaan. Tahun ini, data dari media cetak kompas jumat, 5 februari 2010, kedua profingsi itu akan mengelola dana total lebih dari RP 31 triliun dana yang berasal dari APBN. Capaian itu tentu kita tidak mengherangkan. Apa lagi kita bayangkan dengan tambang terbesar PT Freeport Indonesia, sebagian besar orang dipandan memberikan kontribusi ekonomi luar biasa. Misalnya juru bicara PT Freeport Indonesia Mindo Pangaribuan, mengatakan nilai investasi perusahan tambang itu mencapai 6 miliar dollar AS lebih.
Tercatat kontribusi ekonomi tahuan 2008 mencapai anggka 1,2 miliar Dollar AS, yang terdiri dari pembayaran pajak, royaliti dan dividen. Total sejak penanda tanganan kontrak karya kedua pada tahun 1992, kontribusi perusaan ekonomi perusaan tersebut kepada pemerinta indonesia mencapai lebih dari 8 miliar dollar AS. belum termasuk manfaat langsung yang dinikmati lebih dari 12.000 karyawan lokal di Timika atau mencapai 20.000 karyawan jika ditambah dengan karyawan dari perusahaan subkontrak yang bekerja di PT Freeport Indonesia. Pada hal setiap hari PT freeport mengkantonggi 102 kg Emas sesuai yang di ungkapkan oleh lamadi lamato pada saat kunjungan Presiden SBY hari minggu 21/11/2010 kemarin.
Di Provinsi Papua Barat, kehadiran British Petroleum di Tangguh dengan nilai investasi mencapai 5 miliar dollar AS dan menyerap 10.000 tenaga kerja juga dinilai akan mampu menggerakkan efek domino terhadap kinerja ekonomi lokal.
Miskin
Namun, di tengah membaiknya kinerja ekonomi itu dan derasnya arus investasi di Papua dan Papua Barat, data Badan Pusat Statistik Provinsi Papua tahun 2009 menunjukkan, hingga Maret 2009 tercatat jumlah penduduk Papua yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 760.000 lebih atau setara dengan 37,53 persen total jumlah penduduk Papua.
Jumlah itu meningkat lebih dari 27.000 jiwa jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada Maret 2008 yang mencapai 733.000 orang lebih. Meskipun dalam empat tahun terakhir data Survei Sosial Ekonomi Sosial menunjukkan penurunan, persentase penduduk miskin di Papua masih dalam kisaran 30 hingga 40 persen. Tidak hanya itu, indeks pembangunan manusia di Papua pun berada di urutan ke-33 dari 33 provinsi di Indonesia.
”Arus investasi, modal, dan pembangunan di Papua belum sepenuhnya mengangkat taraf hidup masyarakat Papua. Sebaliknya, sebagian besar dari mereka justru makin miskin karena kehilangan aset penopang hidup, yaitu hutan,” kata Lindon Pangkali dari Forum Kerja Papua yang merupakan gabungan dari sejumlah aktivis yang mengadvokasi hak-hak adat, kehutanan, dan hak asasi manusia.
Di sektor perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit yang menerapkan sistem inti dan plasma, umumnya masyarakat asli Papua berhadapan dengan gegar budaya, terutama dalam pola bercocok tanam. Mereka yang sebelumnya hidup dalam pola meramu tiba-tiba dihadapkan pada pola bercocok tanam baru dengan orientasi industri.
Di beberapa wilayah perkebunan, seperti di Kabupaten Keerom, Papua, dan Klamono, Kabupaten Sorong, Papua, masyarakat asli perlahan-lahan tersisih dan kehilangan lahan garapan. Hal itu tak hanya melahirkan kesenjangan ekonomi dengan kelompok pendatang, tetapi juga marjinalisasi. Apalagi jika perkebunan itu dibuka tanpa plasma.
Hutan-hutan ulayat terus dibabat dan masyarakat asli kian terasing dari tanah mereka sendiri. Pokok-pokok sagu diganti dengan tunas-tunas kelapa sawit dan masyarakat menjadi buruh di tanah mereka sendiri.
Rencana pemerintah pusat menjadikan Papua sebagai lahan terakhir sumber lumbung pangan Indonesia dan dunia, kepekaan terhadap masalah sosial yang mungkin timbul harus lebih tinggi. Bukan hanya dilihat sebagai lahan yang subur dan kaya, bumi Papua harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang utuh antara alam dan masyarakatnya. Sebelum muncul ekses lebih jauh dan mumpung masyarakat Papua masih membuka ruang dialog, kepentingan masyarakat asli harus masuk dalam prioritas pembangunan.
OLEH Yulius Pekei
Artikel Ini pernah muat di Tabloit Cermin Papua pada kolom Ekonomi, pada tanggal 2 maret 20011