Jumat, 16 Agustus 2013

TUTURAN DALAM BAHASA MANTRA PADA SUKU MEE DEIYAI PAPUA

Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan jati diri mereka akan kesatuan dari kebudayaan mereka. Kesatuan kebudayaan itu tidak tentukan oleh orang lain melainkan oleh mereka sendiri. Salah satu kebudayaan adalah bahasa. Dengan demikian, bahasa daerah di Papua adalah bahasa yang diwariskan kepada Sang Pencipta untuk dihayati. Namun kenyataanya bahasa Papua kini ambang punah secara alamiah. Kepunahan bahasa daerah Papua terjadi karena masyarakat sendiri tidak menghayati kearifan lokal mereka. Suku Mee di Papua adalah salah satu suku yang terdapat di Kabupaten Deiyai, Paniai, Dogiyai. Suku ini selalu mempraktekkan ritual “pengusiran roh jahat” dalam bahasa Mee disebut “peu eniya epei kamu”. Upacara pengusiran roh jahat yang dilaksanakan dalam empat tahap yakni: (1) Teki-teki kabu “tahap persiapan”, (2) Edoga kabu “tahap pembukaan”, (3) Yupi kabu “tahap pertengahan”, (4) Mumai kabu “tahap akhir”. Bahasa daerah adalah bagian dari kebudayaan nasional yang harus dilestarikan dan dibina. Pelestarian dan pembinaan tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan jika tidak ada upaya sebelumnya. Upaya sebelumnya yang dimaksud di sini adalah untuk mendokumentasikan bahasa tersebut. Alasan-alasan inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian di bidan ini.
AAAAAAAAbs/VX2L7DvdmhA/s400/20130814_090930.jpg" />

Sabtu, 27 Juli 2013

GURU dan DOSEN YANG BIJAKSANA!

27 Juli 2013 pukul 16:28 Seorang guru dikatakan bijaksana apabila dalam menghadapi setiap persoalan senantiasa mempertimbangkan dengan akal sehat dan mendasarkannya pada ilmu pengetahuan. Ia tidak reaktif dan emosional. Misalnya, apabila ia menghadapi siswa yang melakukan kesalahan, ia tidak dengan serta-merta menyalahkan, mencela, memaki, dan menghukum siswa. Dengan tenang dan penuh kesabaran, ia mengumpulkan berbagai bukti secara objektif. Setelah bukti tersebut ditemukan, ia mempertimbangkan kemanfaatan, baik bagi siswa yang melakukan kesalahan tersebut maupun bagi kebaikan umum. Guru bijaksana merancang dan melaksanakan pembelajaran seuai dengan kemampuan dan keadaan siswa-siswinya. Ia tidak memaksakan kehendaknya sendiri pada anak-anak. Ia tidak berlebihan dalam memberikan tugas, tapi disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan siswa. Secara umum, para siswa menyukai guru yang bijaksana. Mengapa demikian? Sebab, dari guru bijaksana mereka mendapatkan pelajaran untuk kehidupannya. Mereka merasa diperlakukan secara manusiawi, tidak semena-mena. Berbeda halnya degan guru yang tidak bijaksana. Guru tidak bijaksana memperlakukan siswa semaunya, menurut perasaannya. Jika tidak menyukai siswa tertentu, guru tidak bijaksana akan meindasanya, terutama secara psikologis. Guru tidak bijaksana kan terjerumus ke dalam perbuatan merusakkan mentalitas siswa tanpa disadari. Ia akan memperlakukan siswa seperti memperlakukan orang dewasa lain yang tidak disukai. Bahkan ia bisa lupa bahwa tugas dirinya adalah memperbaiki siswa bukan merusakkannya. Ada yang berpendapat bahwa bijaksana berarti melanggar hukum. Pendapat ini tentu saja tidak dapat dibenarkan. Bijaksana bukan melanggar hukum. Justru bijaksana berarti melaksanakan hukum sesuai dengan kebutuhan dan keperluan. lain kali akan lanjut pembicaraan mendalamnya hehheheheheheh. Yulius.K.Pekei.

Selasa, 23 Juli 2013

Pegangan Hidup Bersama TOUYEMANA (Gai, Dimi gai dan Touye dalam kehidupan suku Mee Di Meuwodide Papua)

Oleh : Manfred Chrisantus Mote Penyunting : Yulius K. Pekei, Jhon Giyai Desain sampul : Cermin Papua Tata Letak : Tobapai – Umagi Pekei Lay-out : Yulius. K. Pekei Cetakan pertama, Agustus 2013 Penerbit : CERMIN PAPUA Buku ini pemaparan komprehensif tentang “GAI,DIMI GAI dan TOUYE’ pada etnis Mee. Ketiga konsep pemikiran itu secara logis, sistematis, koheren dan terstruktur dibahasnya. Etnis Mee sendiri sebagai tradisi sehingga selalu dipikirkan, diperbincangkan, dialami, dihayati, dilakukan dan dipraktekkan. Buku ini juga memungkinkan tercipta-nya suasana ‘Intern Papua’s Etnic Cultural Communication’ demi terjadinya suatu kebangkitan kebudayaan Papua. Kiranya tulisan ini dapat dimanfaatkan oleh kaum akademisi sebagai salah satu referensi dalam rangka mata kuliah etnografi Papua atau sejenisnya. Selanjudnya sebagai masukan pemikiran bagi para teolog-teolog muda Papua, pejabat pemerintah di daerah, teristimewa bagi para perencana dan pelaksana pembangunan dan petugas pelayanan sosial-kemasyarakatan, agar di dalam pelaksanaan tugas-tugasnya tidak melupakan penerapan pendekatan sosio-budaya atau sosio-kemasyarakatan atau pendekatan kemanusiaan yang sering disebut juga sebagai ‘Humanistic Approach’ dan ‘Socio-Cultural Appropach’ yang disertai dengan ‘Bottom Up Planning Procceces. Yulis.K.Pekei’
.

Jumat, 21 Juni 2013

“ Menguak Papua melalui kuasa doa”

 
Allah Papua berkenan kepada perjuangan papua merdeka, sehingga mulai tahun 1998, Tuhan yesus sendiri mulai mendamaikan musuh - musuh OPM/TPM di papua, pembunuhan brutal mulai berjatuhan dari militer indonesia seperti yang terjadi pada tahun 1998 kebawah. Tuhan terus mendamaikan papua lewat doa peperangan rohani dari tubuh kristus. Doa peperangan rohani oleh tubuh kristus lokal papua meningkat kemana - mana untuk menyapu bersih setiap roh pembunuhan baik lewat dukun santet maupun secara nyata diatas papua barat.

Ketika anak – anak kristus lokal papua mengadakan doa peperangan dan puasa bagi suatu kemajuan perjuangan, maka mereka akan menang dalam setiap perlangkah menuju kemerdekaan tetapi kalau laskar Kristus tidak mendukung dalam sebuah kegiatan pasukan keadilan, maka mereka akan mengalami kemunduran dalam peperangan perjuangan di lapangan. Dalam kemenangan peperangan perjuangan yang di lakukan oleh laskar anak Tubuh Kristus lokal Papua dengan cara yaitu:

1. Mengadakan doa peperangan rohani ke arah musuh – musuh OPM /TPM serta mengarahkan doa peperangan ke arah setiap perkegiatan para aktivis politik, baik dalam kegiatan yang di lakukan dalam papua maupun luar negeri.
2. Mengadakan doa puasa dan demonstrasi di hadapan hadirat tahkta Allah, meminta kedamaian, keadilan Allah, meratap dan mengaduh demi keselamatan bangsa Papua, bahkan meminta kunci kemerdekaan bangsa.

Laskar kemerdekaan bangsa yang tergabung dalam Tubuh Kristus sejak lahirnya di bumi Papua hingga dewasa ini, karena terus mengadakan doa peperangan melawan segala bentuk Musuh-musuh kerajaan Allah yang ada dalam Papua seperti Roh antikristus, pengumpasan setan-setan yang ada di tanah papua yang berkembang dalam lingkungan manusia Kristen maupun berbagai setan-setan yang dibawah masuk dari luar papua yakni dari Indonesia, Arab, Rusia, Amerika, Pokoknya setan - setan yang di bawah masuk dari luar pulau papua maupun dari benua lain, yang bawah masuk ke papua. Sebab Papua adalah Surga kedua, Ujung bumi tempat Taman Firdaus dan tempat kerajaan ibukota kerajaan 1000 tahun damai.
Jika anda punya pertanyaan seputar harga buku, pesan buku papua maupun cetak buku papua " kami sebagai solusinya jadi mohon hubungi kami lewat alamat penerbit :

Penerbit : CERMIN PAPUA Jl. Tanjung Gedong No.18, Tomang Grogol Jakarta Barat E-mail: cermin.papua@yahoo.com Web:

Rabu, 12 Juni 2013

RENUNGAN BUKU CERMIN NOKEN PAPUA

Judul buku  :  CERMIN NOKEN PAPUA
Pengarang   :  TITUS  PEKEI
Penerbit       :  ECOLOGI  PAPUA INSTITUTE ‘EPI’
Tebal buku  :  187
Tahun terbit : 2011 dan 2012
Dibalik pesonanya alam pulau burung  di ufuk timur Indonesia tak hanya mempesona alam dan burung cendrawasih  yang mengenal di tingkat Nasional dan Internasional tetapi ada pulah benda-benda tersebunyi khas Papua“nokon”.  Noken adalah tas yang merayut dari serat pohon dan rumput. Untuk membuat Noken dimulai dengan mengenal bahan baku. Bahan baku yang dimaksud disini adalah bahan baku alami yang cara proses jadi benan pintal konvensional tangan secara manual. Tangpa  melalui proses alami cara konvensional sulit mengenal di tingkat Nasional atau Internasional. Dari generasi –demi generasi Noken sebagai ahli waris yang sangat mudah di temuakan di Papua sampai di pelosok, karena Noken sebagai warisan budaya dari nenek moyang yang selalu melengket pada diri masyarakat Papua sebagai tempat untuk mengisi barang yang di perlukan dalam kebutuhan hidup.
Wajarlah penulis buku Titus Pekei mengajak masyarakat luas  dan mengankat di permukaan tentang warisan budaya Noken Papua tersebut itu. Kehadiran buku cermin Noken Papua layak kita disebut sebagai  buku Best Seller karena selama ini jarang medokumentasinya. Buku  yang ukuran buku dan kertas yang menarik ini, penulis mengupas berdasarkan enam bagian besar. Keenam bagian besar tersebut di awali dengan kata- kata komentar dari petingi Indonesia dalam rangkah menyambut buku Noken tersebut  selanjutnya di sambut oleh kata sambutan dari  ‘Wakil Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif’ bahwa Noken memiliki perang penting dalam penguatan ekonomi kreatif berbasisi kearifan lokal guna membangun karakter bangsa disertai pemahaman pentingnya  promosi wisata kerajinan tangan menjadi keterbaduan ilmu pengetahuan hidup dalam ilmu kebudayaan masyarakat adat Papua melalui pendidikan dan kebudayaan formal yang unik dan khas. keragaman alam pikir masyarakat dalam kemahiran ilmu merajut dan\atau menganyam yang terus memperkaya nilai-nilai kemandirian karakter bangsa dalam kejayaan warisan budaya kebangsaan kedepan.
 Berikutnya, pada bagian pertama penulis memapakan pengertian dari Noken Papua sebagai daya cipta, rasa, dan karsa yang memiliki manusia berbudaya dan beradat.  Kemudian, bagian kedua Pekei menunjukan permukaan tentang keadaan alam Papua dan masyarakat Noken Papua. Dalam buku yang tak luput dari penuh warna Noken  yang menarik  itu pada bagian ketiga, menjelaskan tentang daya cipta dan karsa yang unik dalam kemahiran budaya Noken dalam hal menganyam, merajut dan mengfungsikan Noken. Dan selanjutnya, pada bagian keempat dengan keperhatinan penulis yang mana nyatanya pada era modrenisasi yang semakin melupakan warisan budaya leluhur itu maka pekei mengajak untuk berusaha mengenalkan  kepada pemerhati maupun generasi muda bahwa bagaimana mengenal Noken, memahami Noken, pemaknaan Noken, serta menghargai Noken itu.
Pada bagian kelima dalam buku Noken tersebut ini, penulis juga tak mendiam diri untuk menyuarakan dan melestarikan demi  generasi penerus atau masa depan yang mana mengankat tema dengan masa depan Noken Papua  di soroti dari lima sudut pandan dalam hal perestarian yakni bagaimana mengankat warisan budaya tak benda itu, transmisi dan penyelamatan Noken, melindungi Noken Papua, nominasi Noken Papua dalam bayang-bayang Noken dalam Otsus Papua itu, dengan makna tersirat yang di petik dari pembaca bahwa bagaimana mempertahankan budaya warisan ini, agar tidak menagalami kepunaan tetapi menahan lebih lama budaya warisan Noken sebagai Aneka bernilai dalam hidup keseharian. 
Selanjutnya pada bagian keenam, Beliau Titus “disapanya” merenungkan secercah harapan, meniti jejak budaya Papuani yang kian ambang kepunaan itu, mengingatkan kita untuk Noken sebagai mengasah kemahiran demi keindaan dan kearifan lingkungan hidup Papua, pulah,melestarikan kearifan kontak budaya Papua, keberpihakan demi penyelamatan Noken Papua sebagai keabadian dalam hidup untuk terus tekat menumbuh kembangkan sebagai warisan yang patut di hargai sebelum mempelajari budaya luar alias budaya lain. Kehadiran buku ini, layak baca Pemuda, Laki-Laki, Perempuan,  Mudah, Tua, Siswa, Mahasiswa, Pemerintahan, maupun Swasta. Adapun juga,  Buku tersebut hadir di tengah Nusantara Indonesia karena dengan tekat penulis mengkaji dan mengikuti proses pendaftaran Noken dari Papua, menjadi warisan budaya tak benda ketingkat Dunia melalui Komisi UNESCO setelah batik, keris, wayang, angkulung dan tarisaman gayo dari Aceh dalam tahun 2012 ini. Semoga Penulis Titus Pekei ini sebagai motivasi bagi penulis-penulis muda Papua yang kini semakin mengenal dunia luas tentang dunia tulis-menulis, agar bisa
Oleh Yulius Pekei