Sabtu, 27 Juli 2013
GURU dan DOSEN YANG BIJAKSANA!
27 Juli 2013 pukul 16:28
Seorang guru dikatakan bijaksana apabila dalam menghadapi setiap persoalan senantiasa mempertimbangkan dengan akal sehat dan mendasarkannya pada ilmu pengetahuan. Ia tidak reaktif dan emosional. Misalnya, apabila ia menghadapi siswa yang melakukan kesalahan, ia tidak dengan serta-merta menyalahkan, mencela, memaki, dan menghukum siswa. Dengan tenang dan penuh kesabaran, ia mengumpulkan berbagai bukti secara objektif. Setelah bukti tersebut ditemukan, ia mempertimbangkan kemanfaatan, baik bagi siswa yang melakukan kesalahan tersebut maupun bagi kebaikan umum.
Guru bijaksana merancang dan melaksanakan pembelajaran seuai dengan kemampuan dan keadaan siswa-siswinya. Ia tidak memaksakan kehendaknya sendiri pada anak-anak. Ia tidak berlebihan dalam memberikan tugas, tapi disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan siswa.
Secara umum, para siswa menyukai guru yang bijaksana. Mengapa demikian? Sebab, dari guru bijaksana mereka mendapatkan pelajaran untuk kehidupannya. Mereka merasa diperlakukan secara manusiawi, tidak semena-mena. Berbeda halnya degan guru yang tidak bijaksana. Guru tidak bijaksana memperlakukan siswa semaunya, menurut perasaannya. Jika tidak menyukai siswa tertentu, guru tidak bijaksana akan meindasanya, terutama secara psikologis.
Guru tidak bijaksana kan terjerumus ke dalam perbuatan merusakkan mentalitas siswa tanpa disadari. Ia akan memperlakukan siswa seperti memperlakukan orang dewasa lain yang tidak disukai. Bahkan ia bisa lupa bahwa tugas dirinya adalah memperbaiki siswa bukan merusakkannya.
Ada yang berpendapat bahwa bijaksana berarti melanggar hukum. Pendapat ini tentu saja tidak dapat dibenarkan. Bijaksana bukan melanggar hukum. Justru bijaksana berarti melaksanakan hukum sesuai dengan kebutuhan dan keperluan. lain kali akan lanjut pembicaraan mendalamnya hehheheheheheh. Yulius.K.Pekei.
Selasa, 23 Juli 2013
Pegangan Hidup Bersama TOUYEMANA (Gai, Dimi gai dan Touye dalam kehidupan suku Mee Di Meuwodide Papua)
Oleh : Manfred Chrisantus Mote
Penyunting : Yulius K. Pekei, Jhon Giyai
Desain sampul : Cermin Papua
Tata Letak : Tobapai – Umagi Pekei
Lay-out : Yulius. K. Pekei
Cetakan pertama, Agustus 2013
Penerbit : CERMIN PAPUA
Buku ini pemaparan komprehensif tentang “GAI,DIMI GAI dan TOUYE’ pada etnis Mee. Ketiga konsep pemikiran itu secara logis, sistematis, koheren dan terstruktur dibahasnya. Etnis Mee sendiri sebagai tradisi sehingga selalu dipikirkan, diperbincangkan, dialami, dihayati, dilakukan dan dipraktekkan. Buku ini juga memungkinkan tercipta-nya suasana ‘Intern Papua’s Etnic Cultural Communication’ demi terjadinya suatu kebangkitan kebudayaan Papua. Kiranya tulisan ini dapat dimanfaatkan oleh kaum akademisi sebagai salah satu referensi dalam rangka mata kuliah etnografi Papua atau sejenisnya. Selanjudnya sebagai masukan pemikiran bagi para teolog-teolog muda Papua, pejabat pemerintah di daerah, teristimewa bagi para perencana dan pelaksana pembangunan dan petugas pelayanan sosial-kemasyarakatan, agar di dalam pelaksanaan tugas-tugasnya tidak melupakan penerapan pendekatan sosio-budaya atau sosio-kemasyarakatan atau pendekatan kemanusiaan yang sering disebut juga sebagai ‘Humanistic Approach’ dan ‘Socio-Cultural Appropach’ yang disertai dengan ‘Bottom Up Planning Procceces. Yulis.K.Pekei’.
Jumat, 21 Juni 2013
“ Menguak Papua melalui kuasa doa”
Allah Papua berkenan kepada perjuangan papua merdeka, sehingga mulai tahun 1998, Tuhan yesus sendiri mulai mendamaikan musuh - musuh OPM/TPM di papua, pembunuhan brutal mulai berjatuhan dari militer indonesia seperti yang terjadi pada tahun 1998 kebawah. Tuhan terus mendamaikan papua lewat doa peperangan rohani dari tubuh kristus. Doa peperangan rohani oleh tubuh kristus lokal papua meningkat kemana - mana untuk menyapu bersih setiap roh pembunuhan baik lewat dukun santet maupun secara nyata diatas papua barat.
Ketika anak – anak kristus lokal papua mengadakan doa peperangan dan puasa bagi suatu kemajuan perjuangan, maka mereka akan menang dalam setiap perlangkah menuju kemerdekaan tetapi kalau laskar Kristus tidak mendukung dalam sebuah kegiatan pasukan keadilan, maka mereka akan mengalami kemunduran dalam peperangan perjuangan di lapangan. Dalam kemenangan peperangan perjuangan yang di lakukan oleh laskar anak Tubuh Kristus lokal Papua dengan cara yaitu:
1. Mengadakan doa peperangan rohani ke arah musuh – musuh OPM /TPM serta mengarahkan doa peperangan ke arah setiap perkegiatan para aktivis politik, baik dalam kegiatan yang di lakukan dalam papua maupun luar negeri.
2. Mengadakan doa puasa dan demonstrasi di hadapan hadirat tahkta Allah, meminta kedamaian, keadilan Allah, meratap dan mengaduh demi keselamatan bangsa Papua, bahkan meminta kunci kemerdekaan bangsa.
Laskar kemerdekaan bangsa yang tergabung dalam Tubuh Kristus sejak lahirnya di bumi Papua hingga dewasa ini, karena terus mengadakan doa peperangan melawan segala bentuk Musuh-musuh kerajaan Allah yang ada dalam Papua seperti Roh antikristus, pengumpasan setan-setan yang ada di tanah papua yang berkembang dalam lingkungan manusia Kristen maupun berbagai setan-setan yang dibawah masuk dari luar papua yakni dari Indonesia, Arab, Rusia, Amerika, Pokoknya setan - setan yang di bawah masuk dari luar pulau papua maupun dari benua lain, yang bawah masuk ke papua. Sebab Papua adalah Surga kedua, Ujung bumi tempat Taman Firdaus dan tempat kerajaan ibukota kerajaan 1000 tahun damai.
Jika anda punya pertanyaan seputar harga buku, pesan buku papua maupun cetak buku papua " kami sebagai solusinya jadi mohon hubungi kami lewat alamat penerbit :
Penerbit : CERMIN PAPUA Jl. Tanjung Gedong No.18, Tomang Grogol Jakarta Barat E-mail: cermin.papua@yahoo.com Web:
Rabu, 12 Juni 2013
RENUNGAN BUKU CERMIN NOKEN PAPUA
Judul buku : CERMIN NOKEN PAPUA
Pengarang : TITUS PEKEI
Penerbit : ECOLOGI PAPUA INSTITUTE ‘EPI’
Tebal buku : 187
Tahun terbit : 2011 dan 2012
Dibalik pesonanya alam pulau burung di ufuk timur Indonesia tak hanya mempesona alam dan burung cendrawasih yang mengenal di tingkat Nasional dan Internasional tetapi ada pulah benda-benda tersebunyi khas Papua“nokon”. Noken adalah tas yang merayut dari serat pohon dan rumput. Untuk membuat Noken dimulai dengan mengenal bahan baku. Bahan baku yang dimaksud disini adalah bahan baku alami yang cara proses jadi benan pintal konvensional tangan secara manual. Tangpa melalui proses alami cara konvensional sulit mengenal di tingkat Nasional atau Internasional. Dari generasi –demi generasi Noken sebagai ahli waris yang sangat mudah di temuakan di Papua sampai di pelosok, karena Noken sebagai warisan budaya dari nenek moyang yang selalu melengket pada diri masyarakat Papua sebagai tempat untuk mengisi barang yang di perlukan dalam kebutuhan hidup.
Wajarlah penulis buku Titus Pekei mengajak masyarakat luas dan mengankat di permukaan tentang warisan budaya Noken Papua tersebut itu. Kehadiran buku cermin Noken Papua layak kita disebut sebagai buku Best Seller karena selama ini jarang medokumentasinya. Buku yang ukuran buku dan kertas yang menarik ini, penulis mengupas berdasarkan enam bagian besar. Keenam bagian besar tersebut di awali dengan kata- kata komentar dari petingi Indonesia dalam rangkah menyambut buku Noken tersebut selanjutnya di sambut oleh kata sambutan dari ‘Wakil Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif’ bahwa Noken memiliki perang penting dalam penguatan ekonomi kreatif berbasisi kearifan lokal guna membangun karakter bangsa disertai pemahaman pentingnya promosi wisata kerajinan tangan menjadi keterbaduan ilmu pengetahuan hidup dalam ilmu kebudayaan masyarakat adat Papua melalui pendidikan dan kebudayaan formal yang unik dan khas. keragaman alam pikir masyarakat dalam kemahiran ilmu merajut dan\atau menganyam yang terus memperkaya nilai-nilai kemandirian karakter bangsa dalam kejayaan warisan budaya kebangsaan kedepan.
Berikutnya, pada bagian pertama penulis memapakan pengertian dari Noken Papua sebagai daya cipta, rasa, dan karsa yang memiliki manusia berbudaya dan beradat. Kemudian, bagian kedua Pekei menunjukan permukaan tentang keadaan alam Papua dan masyarakat Noken Papua. Dalam buku yang tak luput dari penuh warna Noken yang menarik itu pada bagian ketiga, menjelaskan tentang daya cipta dan karsa yang unik dalam kemahiran budaya Noken dalam hal menganyam, merajut dan mengfungsikan Noken. Dan selanjutnya, pada bagian keempat dengan keperhatinan penulis yang mana nyatanya pada era modrenisasi yang semakin melupakan warisan budaya leluhur itu maka pekei mengajak untuk berusaha mengenalkan kepada pemerhati maupun generasi muda bahwa bagaimana mengenal Noken, memahami Noken, pemaknaan Noken, serta menghargai Noken itu.
Pada bagian kelima dalam buku Noken tersebut ini, penulis juga tak mendiam diri untuk menyuarakan dan melestarikan demi generasi penerus atau masa depan yang mana mengankat tema dengan masa depan Noken Papua di soroti dari lima sudut pandan dalam hal perestarian yakni bagaimana mengankat warisan budaya tak benda itu, transmisi dan penyelamatan Noken, melindungi Noken Papua, nominasi Noken Papua dalam bayang-bayang Noken dalam Otsus Papua itu, dengan makna tersirat yang di petik dari pembaca bahwa bagaimana mempertahankan budaya warisan ini, agar tidak menagalami kepunaan tetapi menahan lebih lama budaya warisan Noken sebagai Aneka bernilai dalam hidup keseharian.
Selanjutnya pada bagian keenam, Beliau Titus “disapanya” merenungkan secercah harapan, meniti jejak budaya Papuani yang kian ambang kepunaan itu, mengingatkan kita untuk Noken sebagai mengasah kemahiran demi keindaan dan kearifan lingkungan hidup Papua, pulah,melestarikan kearifan kontak budaya Papua, keberpihakan demi penyelamatan Noken Papua sebagai keabadian dalam hidup untuk terus tekat menumbuh kembangkan sebagai warisan yang patut di hargai sebelum mempelajari budaya luar alias budaya lain. Kehadiran buku ini, layak baca Pemuda, Laki-Laki, Perempuan, Mudah, Tua, Siswa, Mahasiswa, Pemerintahan, maupun Swasta. Adapun juga, Buku tersebut hadir di tengah Nusantara Indonesia karena dengan tekat penulis mengkaji dan mengikuti proses pendaftaran Noken dari Papua, menjadi warisan budaya tak benda ketingkat Dunia melalui Komisi UNESCO setelah batik, keris, wayang, angkulung dan tarisaman gayo dari Aceh dalam tahun 2012 ini. Semoga Penulis Titus Pekei ini sebagai motivasi bagi penulis-penulis muda Papua yang kini semakin mengenal dunia luas tentang dunia tulis-menulis, agar bisa
Oleh Yulius Pekei
Pengarang : TITUS PEKEI
Penerbit : ECOLOGI PAPUA INSTITUTE ‘EPI’
Tebal buku : 187
Tahun terbit : 2011 dan 2012
Dibalik pesonanya alam pulau burung di ufuk timur Indonesia tak hanya mempesona alam dan burung cendrawasih yang mengenal di tingkat Nasional dan Internasional tetapi ada pulah benda-benda tersebunyi khas Papua“nokon”. Noken adalah tas yang merayut dari serat pohon dan rumput. Untuk membuat Noken dimulai dengan mengenal bahan baku. Bahan baku yang dimaksud disini adalah bahan baku alami yang cara proses jadi benan pintal konvensional tangan secara manual. Tangpa melalui proses alami cara konvensional sulit mengenal di tingkat Nasional atau Internasional. Dari generasi –demi generasi Noken sebagai ahli waris yang sangat mudah di temuakan di Papua sampai di pelosok, karena Noken sebagai warisan budaya dari nenek moyang yang selalu melengket pada diri masyarakat Papua sebagai tempat untuk mengisi barang yang di perlukan dalam kebutuhan hidup.
Wajarlah penulis buku Titus Pekei mengajak masyarakat luas dan mengankat di permukaan tentang warisan budaya Noken Papua tersebut itu. Kehadiran buku cermin Noken Papua layak kita disebut sebagai buku Best Seller karena selama ini jarang medokumentasinya. Buku yang ukuran buku dan kertas yang menarik ini, penulis mengupas berdasarkan enam bagian besar. Keenam bagian besar tersebut di awali dengan kata- kata komentar dari petingi Indonesia dalam rangkah menyambut buku Noken tersebut selanjutnya di sambut oleh kata sambutan dari ‘Wakil Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif’ bahwa Noken memiliki perang penting dalam penguatan ekonomi kreatif berbasisi kearifan lokal guna membangun karakter bangsa disertai pemahaman pentingnya promosi wisata kerajinan tangan menjadi keterbaduan ilmu pengetahuan hidup dalam ilmu kebudayaan masyarakat adat Papua melalui pendidikan dan kebudayaan formal yang unik dan khas. keragaman alam pikir masyarakat dalam kemahiran ilmu merajut dan\atau menganyam yang terus memperkaya nilai-nilai kemandirian karakter bangsa dalam kejayaan warisan budaya kebangsaan kedepan.
Berikutnya, pada bagian pertama penulis memapakan pengertian dari Noken Papua sebagai daya cipta, rasa, dan karsa yang memiliki manusia berbudaya dan beradat. Kemudian, bagian kedua Pekei menunjukan permukaan tentang keadaan alam Papua dan masyarakat Noken Papua. Dalam buku yang tak luput dari penuh warna Noken yang menarik itu pada bagian ketiga, menjelaskan tentang daya cipta dan karsa yang unik dalam kemahiran budaya Noken dalam hal menganyam, merajut dan mengfungsikan Noken. Dan selanjutnya, pada bagian keempat dengan keperhatinan penulis yang mana nyatanya pada era modrenisasi yang semakin melupakan warisan budaya leluhur itu maka pekei mengajak untuk berusaha mengenalkan kepada pemerhati maupun generasi muda bahwa bagaimana mengenal Noken, memahami Noken, pemaknaan Noken, serta menghargai Noken itu.
Pada bagian kelima dalam buku Noken tersebut ini, penulis juga tak mendiam diri untuk menyuarakan dan melestarikan demi generasi penerus atau masa depan yang mana mengankat tema dengan masa depan Noken Papua di soroti dari lima sudut pandan dalam hal perestarian yakni bagaimana mengankat warisan budaya tak benda itu, transmisi dan penyelamatan Noken, melindungi Noken Papua, nominasi Noken Papua dalam bayang-bayang Noken dalam Otsus Papua itu, dengan makna tersirat yang di petik dari pembaca bahwa bagaimana mempertahankan budaya warisan ini, agar tidak menagalami kepunaan tetapi menahan lebih lama budaya warisan Noken sebagai Aneka bernilai dalam hidup keseharian.
Selanjutnya pada bagian keenam, Beliau Titus “disapanya” merenungkan secercah harapan, meniti jejak budaya Papuani yang kian ambang kepunaan itu, mengingatkan kita untuk Noken sebagai mengasah kemahiran demi keindaan dan kearifan lingkungan hidup Papua, pulah,melestarikan kearifan kontak budaya Papua, keberpihakan demi penyelamatan Noken Papua sebagai keabadian dalam hidup untuk terus tekat menumbuh kembangkan sebagai warisan yang patut di hargai sebelum mempelajari budaya luar alias budaya lain. Kehadiran buku ini, layak baca Pemuda, Laki-Laki, Perempuan, Mudah, Tua, Siswa, Mahasiswa, Pemerintahan, maupun Swasta. Adapun juga, Buku tersebut hadir di tengah Nusantara Indonesia karena dengan tekat penulis mengkaji dan mengikuti proses pendaftaran Noken dari Papua, menjadi warisan budaya tak benda ketingkat Dunia melalui Komisi UNESCO setelah batik, keris, wayang, angkulung dan tarisaman gayo dari Aceh dalam tahun 2012 ini. Semoga Penulis Titus Pekei ini sebagai motivasi bagi penulis-penulis muda Papua yang kini semakin mengenal dunia luas tentang dunia tulis-menulis, agar bisa
Oleh Yulius Pekei
Rabu, 05 Juni 2013
Tokoh Gereja Paniai Manfret Mote Ajak Suku Mee Pagari Hidup dari Pengaruh Penghancur ‘Umii Tou Kaboo’
TIMIKA
(PAPUA) - Tokoh Awam Gereja Katolik Dekanat Paniai, Manfred Chrisantus
Mote, S.Fil, mengajak masyarakat Suku Mee untuk senantiasa memagari
hidup dari berbagai pengaruh yang bisa menghancurkan tatanan nilai-nilai
spiritualitas sebagai “umii tou kaboo” (dasar kehidupan).
“Seiring
perkembangan jaman modern dewasa ini, banyak hal-hal baru yang sedang
dihadapi oleh orang Mee. Hal-hal itu ada sisi positif, tetapi lebih
banyak berdampak negatif. Dan, itu sangat berpengaruh langsung terhadap
eksistensi hidup kita saat ini. Kiranya, kita bisa memfilternya dan itu
bisa dilakukan jika kita telah memagari hidup dengan memegang erat
nilai-nilai spiritualitas adat yang berlaku turun temurun serta ajaran
Tuhan sebagaimana kita sebagai warga Gereja,” tuturnya, Selasa
(09/08/2011).
Tuntutan jaman memang mengharuskan setiap orang
harus berubah. Tetapi, bila tidak punya pegangan, maka akan
terombang-ambing di tengah arus modernisasi. Oleh karenanya, kata
Manfred, tidak seorangpun dengan sengaja atau tidak, membongkar “pagar
hidup” yang sudah diwariskan semenjak dahulu kala dan berlaku kekal
dalam kehidupan bermasyarakat Suku Mee.
Ia berharap, Orang Muda
Katolik (OMK) sebagai bagian dari komponen masyarakat, harus lebih
banyak berperan aktif dalam semua aspek. Berjuang tetap memagari hidup
di tengah perubahan jaman yang tak mengenal kompromi.
Ajakan
mengenai pentingnya peran kaum muda dalam membangun kehidupan
bermasyarakat dan bergereja, sempat disampaikan pula di hadapan peserta
Kemah Rohani VII OMK se-Dekanat Paniai di Quasi Paroki Salib Suci Madi,
Senin (25/07/2011) lalu.
Dalam pada itu, Manfred menegaskan bahwa
amat besar peran kaum muda dalam memandirikan Gereja. Berdasarkan hasil
Musyawarah Pastoral (Muspas) III di Obano (26 Februari-4 Maret 2011),
umat Katolik menyelami bersama bahwa “Emaawaa-Owaadaa kouko Mee-ka umii
tou kaboo”. Karena itu, OMK sebagai bagian dari umat, diharapkan
mengambil peran penting dalam memajukan kehidupan rohaniah dan jasmaniah
warga masyarakat.
“Orang muda pertama-tama harus berangkat dari
Emaawaa dan Owaadaa. Harus ada rumah, harus ada kebun. Itu baru bisa
dikatakan Orang Muda Katolik (OMK). OMK yang bisa diandalkan keluarga,
kombas, stasi dan paroki,” tandasnya.
Setiap orang muda, pinta
Mote, harus pintar memakai dirinya, mengendalikan dirinya, pintar
menggunakan anggota tubuhnya. “Jaga kekudusan diri berarti jaga
kekudusan Rumah Tuhan. Orang muda harus bersih supaya bisa berbuat
sesuatu yang berguna bagi banyak orang. Jangan bongkar pagar hidup, mee
ka umii tou kabo ma eda ma ko tekebai.”
Prihatin terhadap
pelbagai persoalan di tengah masyarakat, maka Muspas I tahun 2005
diadakan di Enarotali. Muspas II tahun 2008 di Wakeitei dan Muspas III
di Obano tahun 2011. “Sudah tiga kali kita Muspas. Sudah tujuh kali kita
Kemroh. Selama inipula sudah banyak terjadi perubahan di tengah kita.
Entah positif maupun negatif, keduanya seimbang. Memperjuangkan
perubahan yang baik, adalah tugas kita sekarang,” kata Manfred.
Baginya,
keterlibatan OMK sangat penting. Tindakan nyata apa yang harus dibuat,
adalah pekerjaan besar. Bukan tinggal dibicarakan, melainkan urgen untuk
direalisasikan. “Kalau kita mau bertahan, kalau mau lawan arus
perkembangan global, maka bekerja adalah kuncinya. Kita semua termasuk
OMK dituntut untuk bersaksi dan berkiprah di tengah masyarakat. Jangan
tidur-tiduran, OMK harus bangkit dan senantiasa ada di garis depan,
dalam setiap aktivitas, termasuk kembangkan usaha mandiri sesuai potensi
dan kebutuhan,” tantang Manfred.
sumber: (Tabloid Jubi) dari www.kabargereja.tk. http://gereja.tumblr.com/post/11901241013/tokoh-gereja-paniai-ajak-suku-mee-pagari-hidup-dari
Kamis, 16 Mei 2013
MERENUNG NOKEN PAPUA BERSAMA PENGAGAS TITUS PEKEI DI TOP TV
Hari Jumat tanggal 17 Mei 2013 jam 20.30 malam waktu akan berdialog tentang Noken Warisan Budaya Papua di para-para TOP TV bersama pengagas Noken Papua Bapak Titus Pekei. Titus Pekei Melalui via Hp, kepada media ini, pada Jumat 17/05/2013 mengajak bahwa Noken, tas tradisional Papua, telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia. Pengakuan ini menambah budaya kita mengenal di Dunia Internasional, maka saya mengajak masyarakat jua perluh aktif dalam hal ini menganyam noken, saya akan berdialog dengan masyarakat papua di stasiun para-para TOP TV ini bermaksud supaya masyarakat juga harus pro aktif. Apa lagi Noken Papua Ini menunjukkan bahwa produk nenek moyang kita sangat dihargai oleh dunia. Noken adalah tas tradisional Papua yang terbuat dari kulit atau serat pohon yang dibentuk dari sistem bersih. Yang terjaring bentuk noken biasanya digunakan oleh orang Papua untuk membawa barang dengan menghubungkan tali noken di kepala mereka, sementara barang-barang diletakkan di belakang ini” kata bapak pengagas noken Titus Cristoforus Pekei. Noken termasuk dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda yang Membutuhkan Urgent Pengamanan oleh UNESCO pada 4 Desember 2012, di Paris. Menghadiri upacara inklusi adalah Titus Pekei. Yulius.K.Pekei/PSB.
Selasa, 02 April 2013
PELEPASAN EKSPEDISI TANAH PAPUA INSTIPER YOGYAKARTA 2013
Mapala Kapakata Institut Pertanian STIPER Yogyakarta melaksanakan Acara pelepasan ekspedisi tanah papua 2013 berlangsun pada tanggal 2 April 2013 di Gedung pusat Maguoharjo kampus Stiper Yogyakarta. Kegiatan pelepasan tersebut dengan tema “Mewujutkan Mimpi Melalui Karya Nyata Tanpa batas Di Ujung Negeri”.
Dalam kegiatan tersebut pelepasan di lakukan secara resmi oleh Rektor STIPER Yogyakarta Bapak Ir.Muhadi, M.si. dalam sambutanya “dengan kegiatan ekspedisi di Papua ini mari kita bersama semakin membina kegiatan pengapdian kepada masyarakat secara utuh dan bermakna, tutur nya. Secara resmi saya melepaskan Tim ekspedisi angkatan 2008”. Selanjudnya, ketua tim ekspedisi menyampaikan kepada media ini bahawa “Jumlah yang kami berangkat adalah 7 mahasiswa, ketuju mahasiswa diantaranya bernama, Ismail Nasution, Viter adiansya, Nimbrod Siva,Anton, trihartanto,. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air, Kami mencintai alam serta isinya serta mempergunakan batas dan keperluaanya, menghormati martabat yang berlaku serta lingkunganya sesuai kode etik pecinta alam yang berlaku”.
Selanjutnya Ia menyampaikan juga, Ketuju orang dibagi dalam dua tim yaitu 4 mahasiswa akan mengabdi di lingkungan Freport Timika, terus ke tiga diantaranya akan berangkat ke Intang Jaya Papua Tengah tepatnya tiga kampung yaitu Ugimba, Bulapa, dan Sugapa,. Ada pun juga ekspedisi juga akan membantu berupa pakaiyan, obat-obatan, bantuan buku di sekolah serta teknologi sederhana tepat guna, pungasnya” viter Adiansya.
Rute perjalananya akan melewati kota timika kemudian lanjut lagi ke intang Jaya, kegiatan yang di laksanakan di tiga kampun selama disana yakni bagaimana cara mengelola keladi, pembibitan dan pengelolaan kopi, pengelolaan buah markisah. Ismail menyatakan “Visi kami kesana kami mau meliat dari dekat seperti apa kehidupan masyarakat di papua, karena banyak opini-opini yang bermunculan selama ini tangpa melihat secara dekat kehidupan masyarakat disana. Yulius.K.Pekei.
Selasa, 19 Maret 2013
Jhon You+Manfret Mote: Kegiatan Muspas & Kembro Sebagai Sprit Hidup Suku Mee
Foto Kembro di Madi Paniai pada tanggal 21-27 juni 2011 Jhon You menjelaskan teknis kepada tim panitia Fr.Okto Pekei, Fr.Fans Doo.
Kegiatan Muspas dan Kembro Selalu dan Terus menyerukan di mimbar gereja katolik dekanat paniai, Deiyai jhon You dan Manfret Mote buka-bukaan soal perseturuanya dengan warga masyarakat setempat atas pentingnya mengankat culture daerah. Manfret Mote Menyatakan melalui Via HP Pesta Emas (MUSPAS ) tahun depan akan di laksanakan pada bulan April 2014 di Paroki Diyai dan Kembro akan di laksanakan Akhir bulang Mei si Uwebutu Tage.
Kegiatan Muspas dan Kembro Selalu dan Terus menyerukan di mimbar gereja katolik dekanat paniai, Deiyai jhon You dan Manfret Mote buka-bukaan soal perseturuanya dengan warga masyarakat setempat atas pentingnya mengankat culture daerah. Manfret Mote Menyatakan melalui Via HP Pesta Emas (MUSPAS ) tahun depan akan di laksanakan pada bulan April 2014 di Paroki Diyai dan Kembro akan di laksanakan Akhir bulang Mei si Uwebutu Tage.
Jhon bersih kukuh untuk mempertahankan bangunan (ema Owa). Perlindungan budaya bagi Jhon berawal dari pergeseran secara cepat perkembangan era modrenisasi dari budaya luar. Hal ini sekitar warga sangat medukun dan mengapresiasinya atas membangkitkan budaya tersebut dari warga sekitar suku mee. Pada dasarnya untuk melindungi budaya Jhon melihat dari dua sisi utama yakni,; pertama; perspektif keberpihakan perekonomian rakyat, kedua perspektif historis. Kedua hal itulah yang mendasari Jhon untuk tetap mempertahankan budaya pesta yuwo alias (ema dey).
Menurut Jhon dari persifektif keberpihakan yang membangun usaha ekonomi dari luar misalnya Mol, kios dan sebagainya sangatlah jahu ekonomi kerakyatan. Keberadaan mol dan usaha modern akan mematikan prekonomian warga sekitar apa lagi kehadiran perusahan seperti pada tahun 2008 hadir sebuah caban PT. Friport Indonesia di Timida, kehadiran itu Pandangan Jhon sangat tidak akan mensejatrakan masyarakat setempat. Malahan kehadiran PT tersebut akan membawah efek buruk bagi masyarakat setempat mulai dari kerusakan alam, ekonomi, budaya, dan kesehatan. Apa lagi di sekitar PT tersebut terdapat pasar tradisional, tempat piarah ternak yang menopan hayat hidup warga setempat. Dalam pandangan Jhon tak banyak keuntungan bagi trakyat yang akan di dapatkan dari kehadiran PT tersebut itu. Lagi pulah, keuntungan yang didapat pun tak sebesar kerusakan ekonomi yang akan di derita warga.
Hal tersebut dapat di lihat dari dampak pembangunan PT yang di bangun di sekitar PT tersebut itu. Masih belum lagi kehadiran mol dan lainnya yang hadir di pusat pemerintahan. Hal tersebut diatas bisa dilihat dari dampak pembangunan mol dan PT di kota-kota besar lainya. Jakarta, misalnya banyak nya mol yang doi bangun di pusat pemerintahan dan perdagangan Indonesia indi berdampak pada perekonomian warga sekitar. Banyak pasar–pasar tradisional yang dulunya ramai pengunjungnya kini semakin lama tiba-tiba sepi. Karena sebagian besar orang lebih nyaman dan leluasa beli di mol. Bagaimana pun dalam hal ini prinsip ekonomi tetap di pegang teguh oleh para pembeli.
Maka dari itu kebijakan yang di ambil dari Jhon You untuk melindungi para pengusaha local yang berbasis budaya itu. Meskipun secara pinansial tidak begitu besar keuntunganya, namun secara sosial, perlindungan terhadap pengusaha kecil yang berbasis lokal yang ada di pasar tradisional bisa menjadi salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Melalui pasar lokal juga menumbuh kembangkan skill yang di miliki masyarakat kecil.
Adapun dari perspektif historis, Jhon menilai bahwa melalui MUSPAS dan Kembro masuk dalam kategori cagar budaya sesuai dengan UU cagar Budaya No 11 Thn.2010. maka menghancurkan pengaru budaya luar yang masuk di daerah Meuwo alias di pingiran danau Tage, danau Paniai, danau Tigi dan Lemba hijau Kamu. YULIUS.K.PEKEI.
Menurut Jhon dari persifektif keberpihakan yang membangun usaha ekonomi dari luar misalnya Mol, kios dan sebagainya sangatlah jahu ekonomi kerakyatan. Keberadaan mol dan usaha modern akan mematikan prekonomian warga sekitar apa lagi kehadiran perusahan seperti pada tahun 2008 hadir sebuah caban PT. Friport Indonesia di Timida, kehadiran itu Pandangan Jhon sangat tidak akan mensejatrakan masyarakat setempat. Malahan kehadiran PT tersebut akan membawah efek buruk bagi masyarakat setempat mulai dari kerusakan alam, ekonomi, budaya, dan kesehatan. Apa lagi di sekitar PT tersebut terdapat pasar tradisional, tempat piarah ternak yang menopan hayat hidup warga setempat. Dalam pandangan Jhon tak banyak keuntungan bagi trakyat yang akan di dapatkan dari kehadiran PT tersebut itu. Lagi pulah, keuntungan yang didapat pun tak sebesar kerusakan ekonomi yang akan di derita warga.
Hal tersebut dapat di lihat dari dampak pembangunan PT yang di bangun di sekitar PT tersebut itu. Masih belum lagi kehadiran mol dan lainnya yang hadir di pusat pemerintahan. Hal tersebut diatas bisa dilihat dari dampak pembangunan mol dan PT di kota-kota besar lainya. Jakarta, misalnya banyak nya mol yang doi bangun di pusat pemerintahan dan perdagangan Indonesia indi berdampak pada perekonomian warga sekitar. Banyak pasar–pasar tradisional yang dulunya ramai pengunjungnya kini semakin lama tiba-tiba sepi. Karena sebagian besar orang lebih nyaman dan leluasa beli di mol. Bagaimana pun dalam hal ini prinsip ekonomi tetap di pegang teguh oleh para pembeli.
Maka dari itu kebijakan yang di ambil dari Jhon You untuk melindungi para pengusaha local yang berbasis budaya itu. Meskipun secara pinansial tidak begitu besar keuntunganya, namun secara sosial, perlindungan terhadap pengusaha kecil yang berbasis lokal yang ada di pasar tradisional bisa menjadi salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Melalui pasar lokal juga menumbuh kembangkan skill yang di miliki masyarakat kecil.
Adapun dari perspektif historis, Jhon menilai bahwa melalui MUSPAS dan Kembro masuk dalam kategori cagar budaya sesuai dengan UU cagar Budaya No 11 Thn.2010. maka menghancurkan pengaru budaya luar yang masuk di daerah Meuwo alias di pingiran danau Tage, danau Paniai, danau Tigi dan Lemba hijau Kamu. YULIUS.K.PEKEI.
Langganan:
Postingan (Atom)