Rabu, 02 Juni 2010

ARTIKEL BAHASA JURNALISTIK

A. IDENTITAS ARTIKEL
Nama pengarang : Suroso
Judul artikel : bahasa jurnalistik
Tahun : 2009
Tebal : 11 hlm
B. RINGKASAN ISI ARTIKEL
1. PENGERTIAN
Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra) (Sudaryanto, 1995). Dengan demikian bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain.
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Bahasa jurnalistik juga merupakan bahasa komu­nikasi massa sebagaimana tampak dalam koran (harian) dan majalah (mingguan). Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers. Bukan karya-karya opini (artikel dan esai). Oleh karena itu jika ada wartawan yang juga ingin menulis cerpen, esai, kritik, dan opini, maka karya-karya tersebut tidak dapat digolongkan sebagai karya jurnalistik, karena karya-karya itu memiliki varian tersendiri.
2. Pemakaian Bahasa Jurnalistik
Terdapat beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan kaidah bahasa Indo­nesia baku:
1. 1. Peyimpangan morfologis. Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefik atau awalan dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi Tembak Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Mata-mata. Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.
2. 2. Kesalahan sintaksis. Kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya Ke Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah Hasil Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika. Kasus serupa sering dijumpai baik di koran lokal maupun koran nasional.
3. Kesalahan kosakata. Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalisir dampak buruk pemberitaan. Contoh: Penculikan Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI. Seharusnya kata Pil Pahit diganti kejahatan. Dalam konfliks Dayak- Madura, jelas bahwa yang bertikai adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan tidak menunjuk kedua etnis ecara eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto banyak sekali kosakata yang diekspose merupakan kosakata yang menekan seperti GPK, suibversif, aktor intelektual, esktrim kiri, ekstrim kanan, golongan frustasi, golongan anti pembangunan, dll. Bahkan di era kebebsan pers seperti sekarang ini, kecen­derungan pemakaian kosakata yang bias makna semakin banyak.
4. Kesalahan ejaan. Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar. Koran Tempo yang terbit 2 April 2001yang lalu tidak luput dari berbagai kesalahan ejaan. Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis singkron, dll.
5. Kesalahan pemenggalan. Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbagasa Inggris. Hal ini sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Oleh karena itu seorang penulis seyogyanya memperhatikan pertautan dengan (a) memperhatikan kata ganti; (b) gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus.
Sedangkan variasi dapat diperoleh dengan (1) pemakaian kalimat yang berbeda  menurut struktur gramatikalnya; (2) memakai kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan (3) pemakaian urutan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan dengan selang-seling. Jurnalistik “gaya Tempo” menggunakan kalimat-kalimat yang pendek dan pemakaian kata imajinatif. Gaya ini banyak dipakai oleh berbagai jurnalis yang pernah ber­sentuan dengan majalah Tempo.
Dalam hubungannya dengan prinsip penyuntingan bahasa jurnalistik terdapat beberapa prinsip yang dilakukan (1) balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang tubuh dan data tulisan, (2) visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada penguasaan atas data-data aktual; (3) logika cerita yang mereferensi pada kecocokan; (4) akurasi data; (5) kelengkapan data, setidaknya prisnip 5wh, dan (6) panjang pendeknya tulisan krena keterbatsan halaman.
Prinsip Dasar Bahasa Jurnalistik
beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik diantaranya:
1. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3. Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pema­kaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)
4. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5. Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6. Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/penegertian makna yang berbeda, menghidnari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu).
Terdapat empat prinsip retorika tekstual yang dikemukkan Leech, yaitu prinsip prosesibilitas, prinsip kejelasan, prinsip ekonomi, dn prinsip ekspresifitas.
1. Prinsip prosesibilitas, menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan (a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan satuan; (b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan (c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.
2. Prinsip kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.
3. Prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang,wacana jurnalistik di­konstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen sintakstik yaitu (i) singkatan; (ii) elipsis, dan (iii) pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacna jurnalistik
. 4. Prinsip ekspresivitas. Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-spek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausali­tas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya.
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pemakaian BI Ragam Jurnalistik
1. Pemakaian kosakata bahasa Asing dan Bahasa Daerah tidak berlebihan.
2. Pemakaian BI ragam baku, berkaitan dengan masalah (a) penulisan Ejaan, singkatan, akronim, tanda baca, (b) tidak menghilangkan imbuhan, kecuali untuk judul berita, (c) menulis dengan kalimat-kalimat pendek.Pengutaraannya teratur dan logis.  Kalimat setidaknya menandung unsur  pokok dan sebutan (subjek, predikat, objek, dan keterangan)
3. Menjauhkan dari ungkapan klise atau stereotype yang sering dipaklai dalam transisi berita seperti kata-kata: sementara itu, dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka, dalam pada itu, dll.
4. Menghilangkan kata-kata mubazir seperti kata adalah (kata kerja kopula)bahwa (kata sambung) dll.
5. Menghidari kata-kata asing yang berbau teknis. Misalnya: mark-up, listing, dst
Kesalahan yang  Sering Dilakukan dalam Menulis BI Ragam Jurnalistik.
Pemakaian singkatan dan akronim yang tidak taat asas dan kurang berdisiplin.
1. Penggunaan Ejaan dan tanda baca yang kurang tepat
2. Penyerapan kata dan istilah asing yang kurang memperhatikan kaidah atau bahasa tulis bahasa Indonesia.
3. Susunan kalimat dan paragraf yang kurang baik.
4. Kurang setia dalam pemakaian dan penulisan kalimat efektif.
C. KOMENTAR
Melihat kepaduan dan perkembangan dunia jurnalistik, maka artikel ini sangat berguna bagi siapa saja, dan terutama yang membidani dunia jurnalistik, karena dalam artikel ini membahas tentang bagimana mengunakan bahasa jurnalistik yang tepat akurat, singkat dan padat agar pembaca mudah mengerti apa persoalan atau permasalahan yang kita sampaikan melalui bahasa tulis. Bahasa tulis merupakan bahasa ilmiah yang teratur dan terarah dibanding dengan bahasa linsan, oleh sebab itu sebelum kita melangka menulis berbagai tulisan yang terpendam dalam benak kita, kita perluh memperkaya kosa kata kita disamping menguasai stips-stips dan langka-langka menghasilkan sebuah artikel yang utuh. Maka disini saya ajak, bahwa siapa saja yang meningkatakan pengetahuan tentang dunia menulis, tengoklah artikel ini karena artikel ini sudah memenuhi sumber pustaka yang relevan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

apakah anda terinspirasi?