Dialog Jakarta – Papua Sementara Disosialisasikan
Konsultasi Publik tentang pentingnya dialog Jakarta – Papua sementara disosialisasikan. Baik di Jakarta, dunia internasional maupun di seluruh pelosok Papua. Jogjakarta dilaksanakan sosialisasi kepada mahasiswa pada 18 April 2010 di Asrama papua kamasan dua pukul 17.oo-20.00 sangat tertip dan saling menanggapi satu sama lain yakni pengerak dialog Jakarta papua bersama mahasiswa papua se-DIY. Peserta yang ikut acara ini berkisar 60-an mahasiswa.
“Kami sedang melakukan konsultasi publik. Melibatkan pemerintah LSM dan tokoh masyarakat,” kata Koordinator Tim Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muridan Widjojo kepada mahasiswa usai diskusi bersama mahasiswa yang berdomisili di JOGJA. Daalam acara diskusi ini penyelengara membagikan buku berjudul: Dialog Jakarta- Papua pengarannya oleh Neles Tebai, dan 'Papua Road Map oleh LIPI.
Sejumlah daerah yang sudah didatangi untuk konsultasi publik diantaranya sudah dijalangkan seluruh papua, dan khusus untuk se-jawa dan bali sedang dalam sosialisasi.
Di Jakarta pihaknya bahkan telah bertemu dengan Komisi II DPR RI dan sejumlah lembaga. “Dari hasil pertemuan kami, ada hasil yang sangat baik, antara lain mereka sangat mendukung rencana dialog Jakarta-Papua,” kata Muridan.
Dikatakannya, tantangan yang dihadapi Jaringan Damai Papua dalam sosialisasi ini adalah penerimaan masyarakat yang tidak tepat. Mereka (warga) bahkan berunjuk rasa menentang rencana dialog.
“Namun ketika mereka mendapat penjelasan, sebagian diantaranya mendukung agenda yang sementara diusung,” ujar Bapak Wenda.
Muridan berharap, masyarakat Papua bisa memfasilitasi pelaksanaan dialog ini. “Kalau bisa masyarakat Papua bantu kami untuk dorong agenda ini bersama-sama,” harapnya.
Muridan Widjojo dalam kesehariannya bekerja di LIPI sebagai peneliti. Tahun 2009 lalu, Muridan menerbitkan buku yang berjudul 'Papua Road Map'.
Buku tersebut sedikitnya mengulas empat persoalan dasar di Papua. Diantaranya masih adanya marjinalisasi dan efek diskriminasi terhadap orang asli Papua, masalah pengembangan ekonomi, konflik politik, dan migrasi massal ke Papua sejak 1970.
OLEH YULIUS PEKEI (Mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (PBSID/FKIP/USD)
Email : yykebadabi@yahoo.com
HP : 081392549876
UNTUK MEMILIKI BUKU/2, &; MAJALAH,2 PAPUA KONTAK SAJA HP. 081392549876.SIAP ANTAR.
Senin, 26 April 2010
PERGESERAN BAHASA INDONESIA DI ERA GLOBAL
Pergeseran Bahasa Indonesia di Era Global dan Imlpikasinya terhadap Pembelajaran
Dewasa ini kita hidup dalam era globalisasi, yang dipicu oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di bidang transportasi dan revolusi di bidang komunikasi. Dengan perkembangan yang sangat cepat di bidang transportasi dan komunikasi, arus globalisasi terasa bertambah kuat, sehingga dunia terasa makin datar (Thomas Friedman, 2005). Akibat derasnya arus globalisasi batas negara menjadi kabur dan akhirnya hilang. Tekanan arus globalisasi yang melanda bangsa-bangsa yang sedang berkembang menimbulkan perubahan yang semakin cepat dan luas dalam berbagai wilayah kehidupan. Globalisasi akan meningkatkan pemahaman antarbudaya, memecah batas antara masyarakat dari negara yang berbeda seiring dengan berkembangnya kemitraan dalam berdagang antarnegara. Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian besar orang menafsirkan sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah desa kecil, setiap orang bisa berkomunikasi dengan sangat mudah, berhubungan dengan waktu yang singkat, dan dengan biaya yang relatif rendah. Globalisasi adalah akibat dari revolusi teknologi, komunikasi, dan informasi yang dapat berimbas pada tatanan masyarakat, bangsa, dan negara di berbagai belahan dunia. Setiap bangsa di dunia tidak dapat melepaskan diri dari arus global akibat revolusi tersebut. Dengan kondisi seperti itu, persaingan antarwilayah pun semakin tinggi. Siapa yang menguasai komunikasi dialah yang akan menguasai dunia. Bahasa merupakan alat komunikasi di dunia. Oleh karena itu, eksistensinya di tengah arus global harus dicermati.
Arus global berimbas pula pada penggunaan dan keberadaan bahasa Indonesia di masyarakat. Penggunaan bahasa di dunia maya, internet, facebook misalnya, memberi banyak perubahan bagi sturktur bahasa Indonesia yang oleh beberapa pihak disinyalir merusak bahasa itu sendiri. Berlandaskan alasan globalisasi dan prestise, masyarakat mulai kehilangan rasa bangga menggunakan bahasa nasional. Tidak hanya pada rakyat kecil, ‘krisis bahasa’ juga ditemukan pada para pejabat negara. Kurang intelek katanya kalau dalam setiap ucapan tidak dibumbui selingan bahasa asing yang sebenarnya tidak perlu. Hal tersebut memunculkan istilah baru, yaitu ‘Indoglish’ kependekan dari ‘Indonesian-English’ untuk fenomena bahasa yang kian menghantam bahasa Indonesia. Sulit dipungkiri memang, bahasa asing kini telah menjamur penggunaannya. Mulai dari judul film, judul buku, judul lagu, sampai pemberian nama merk produk dalam negeri. Kita pun merasa lebih bangga jika lancar dalam berbicara bahasa asing. Namun, apapun alasannya, entah itu menjaga prestise, mengikuti perkembangan zaman, ataupun untuk meraup keuntungan, tanpa kita sadari secara perlahan kita telah ikut andil dalam mengikis kepribadian dan jati diri bangsa kita sendiri.
Sekarang ini penggunaan penggunaan bentuk ‘Inggris’ sudah banyak menggejala. Dalam bidang internet dan komputer kita banyak menggunakan kata mendownload, mengupload, mengupdate, dienter, direlease, didiscount, dan lain sebagainya. Tidak hanya dalam bidang komputer saja, di bidang lain pun sering kita jumpai. Selain bahasa Asing, kedudukan bahasa Indonesia juga semakin terdesak dengan pemakain bahasa-bahasa gaul di kalangan remaja. Bahasa gaul ini sering kita temukan dalam pesan singkat atau sms, chatting, dan sejenisnya. Misalnya dalam kalimat’gue gitu loh..pa sich yg ga bs’ dalam kalimat tersebut penggunaan kata ganti aku tidak dipakai lagi.
1. PERGESERAN BAHASA INDONESIA
Fenomena di atas dapat mengakibatkan pergeseran bahasa Indonesia. Fenomena pemertahanan dan pergeseran bahasa sebenarnya telah ada sejak bahasa-bahasa itu mulai mengadakan kontak dengan bahasa lainnya (Grosjean 1982). Kontak antardua suku atau suku bangsa yang masing-masing membawa bahasanya sendiri-sendiri lambat laun mengakibtakan terjadinya persaingan kebahasaan. Pada umumnya, di dalam persaingan kebahasaan terjadi fenomena-fenomena kebahasaan yang diawali dengan kedwibahsaan, diglosia, alih kode/campur kode, interferensi, dan akhirnya permertahanan dan pergeseran bahasa. Jika satu bahasa lebih dominan, lebih berprestise, atau lebih modern atau bahkan mungkin lebih “superior” daripada bahasa lain, bahasa tersebut dipastikan dapat bertahan, sedangkan lainnya dalam beberapa generasi akan ditinggalkan oleh penuturnya. Tidak jarang bahasa yang ditelantarkan oleh penuturnya itu lambat laun mengakibatkan kematian bahasa (Dorian 1982).
Dalam kepustakaan sosiolinguistik, pemertahanan dan pergeseran bahasa merupakan fenomena yang menarik. Terminologi pemertahanan dan pergeseran bahasa pertama kali diperkenalkan oleh Fishman pada tahun 1964 yang selanjutnya dikembangkan oleh Susan Gal (1979) yang meneliti masalah pilihan dan pergeseran bahasa di Oberwart, Austria timur, dan Nancy Dorian (1981) yang mengkaji pergeseran bahasa Gaelik oleh bahasa Inggris di Sutherland Timur, Britania bagian utara. Pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa erat kaitannya dengan ranah yang berkaitan dengan pilihan bahasa dan kewibahasaan.
Kajian pemertahanan dan pergeseran bahasa perlu dikaitkan dengan konsep pemilihan bahasa. Pemahaman tentang pilihan bahasa dalam ranah yang dihubungkan dengan konsep diglosia di atas sangat penting artinya karena dengan begitu pemertahanan dan kebocoran diglosia yang menyebabkan pergeseran bahasa dapat dilihat. Pemertahanan dan pergeseran bahasa serta kepunahan suatu bahasa bertitik-tolak dari kontak dua bahasa dalam suatu masyarakat. Gejala kepunahan bahasa akan tampak dalam proses yang cukup panjang. Mula-mula tiap-tiap bahasa masih dapat mempertahankan pemakaiannya pada ranah masing-masing. Kemudian pada suatu masa transisi masyarakat tersebut menjadi dwibahasawan sebagai suatu tahapan sebelum kepunahan bahasa aslinya (BI) dan dalam jangka waktu beberapa generasi mereka bertrasformasi menjadi masyarakat ekabahasawan kembali. Dengan demikian, pergeseran bahasa mencakup pertama-pertama kedwibahasaan (seringkali bersama diglosia) sebagai suatu tahapan menuju keekabahasaan (BI yang baru).
Demikian pula halnya dengan pemertahanan/pergeseran bahasa, ada aspek-aspek sosial psikologis pendukung suatu bahasa yang dapat diandalkan guna menangkis serangan pemakaian bahasa dari luar atau paling tidak dapat memperkuat basis perlawanan terhadap musuh.
Ada banyak faktor yang menyebabkan pergeseran dan kepunahan suatu bahasa. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di berbagai tempat di dunia, faktor-faktor tersebut seperti loyalitas bahasa, konsentrasi wilayah pemukiman penutur, pemakaian bahasa pada ranah tradisional sehari-hari, kesinambungan peralihan bahasa-ibu antargenerasi, pola-pola kedwibahasaan, mobilitas sosial, sikap bahasa dan lain-lain. Menurut Romaine (1989) faktor-faktor itu juga dapat berupa kekuatan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, kelas sosial, latar belakang agama dan pendidikan, hubungan dengan tanah leluhur atau asal, tingkat kemiripan antara bahasa mayoritas dengan bahasa minoritas, sikap kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, perkawinan campur, kebijakan politik pemerintah terhadap bahasa dan pendidikan kelompok minoritas, serta pola pemakaian bahasa.
Sesungguhnya, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pemertahanan dan pergeseran bahasa di masyarakat. Namun, faktor-faktor itu bervariasi antarsatu wilayah dengan wilayah lainnya. Faktor-faktor penyebab terjadinya kasus pergeseran bahasa di Oberwart-Austria berbeda dari faktor-faktor penyebab atas kasus yang sama di Sutherland-Scotlandia ataupun kasus pergeseran dan pemertahanan bahasa Lampung di Lampung. Grosjean (1982:107) mengelompokkan faktor-faktor itu ke dalam lima faktor: sosial, sikap, pemakaian, bahasa, kebijakan pemerintah, dan faktor-faktor lain. Adanya pola-pola sosial dan budaya yang beragam dalam suatu masyarakat ikut menentukan identitas sosial dan keanggotaan kelompok sosialnya, faktor-faktor sosial itu meliputi status sosial, kedudukan sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan atau jabatan, serta keanggotaan seseorang dalam suatu jaringan sosial.
2. SIKAP BAHASA
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus disikapi bersama termasuk dalam pengajarannya. Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang disampaikan. Berbagai fenomena yang berdampak buruk pada kebenaran berbahasa yang disesuaikan dengan kaidahnya, dalam hal ini berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Globalisasi memang tidak dapat dihindari. Akulturasi bahasa nasional dengan bahasa dunia pun menjadi lebih terasa perannya. Menguasai bahasa dunia dinilai sangat penting agar dapat bertahan di era modern ini. Namun sangat disayangkan jika masyarakat menelan mentah-mentah setiap istilah-istilah asing yang masuk dalam bahasa Indonesia. Ada baiknya jika dipikirkan dulu penggunaannya yang tepat dalam setiap konteks kalimat. Sehingga penyusupan istilah-istilah tersebut tidak terlalu merusak tatanan bahasa nasional.
3. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini memungkinkan munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode, alih kode maupun bahasa gaul. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari adanya interaksi dan komunikasi antarsesamanya. Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama bahasa adalah bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat.
Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Berbagai alasan sosial dan politis menyebabkan banyak orang meninggalkan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan bahasa lain. Dalam perkembangan masyarakat modern saat ini, masyarakat Indonesia cenderung lebih senang dan merasa lebih intelek untuk menggunakan bahasa asing. Hal tersebut memberikan dampak terhadap pertumbuhan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa. Bahasa Inggris yang telah menjadi raja sebagai bahasa internasional terkadang memberi dampak buruk pada perkembangan bahasa Indonesia. Kepopuleran bahasa Inggris menjadikan bahasa Indonesia tergeser pada tingkat pemakaiannya.
Berbagai penyebab pergeseran pemakaian bahasa Indonesia, tidak hanya disebabkan oleh bahasa asing tetapi juga disebabkan oleh adanya interferensi bahasa daerah dan pengaruh bahasa gaul. Dewasa ini bahasa asing lebih sering digunakan daripada bahasa Indonesia hampir di semua sektor kehidupan. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran, dan masih banyak contoh lain yang mengidentifikasikan bahwa masyarakat Indonesia lebih menganggap bahasa asing lebih memiliki nilai. Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Dunia pendidikan yang syarat pembelajaran dengan media bahasa menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi yang primer. Sejalan dengan hal tersebut, bahasa baku merupakan simbol dalam dunia pendidikan dan cendekiawan. Penguasaan Bahasa Indonesia yang maksimal dapat dicapai jika fundasinya diletakkan dengan kokoh di rumah dan di sekolah mulai TK (Taman Kanak-kanak) sampai PT (Perguruan Tinggi). Akan tetapi, fundasi ini pada umumnya tidak tercapai. Di berbagai daerah, situasi kedwibahasaan merupakan kendala. Para guru kurang menguasai prinsip-prinsip perkembangan bahasa anak sehingga kurang mampu memberikan pelajaran bahasa Indonesia yang serasi dan efektif.
Rusyana, 1984:152 menyatakan bahwa dalam membina masyarakat akademik, penggunaan bahasa yang tidak baik dan tidak benar akan menimbulkan masalah. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dianggap mempunyai peranan dalam menuju arah pembangunan masyarakat akademik idaman.
Kurangnya pemahaman terhadap variasi pemakaian bahasa berimbas pada kesalahan penerapan berbahasa. Secara umum dan nyata perlu adanya kesesuaian antara bahasa yang dipakai dengan tempat berbahasa. Tolok ukur variasi pemakaian bahasa adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan parameter situasi. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma yang berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia (Sugono, 1994: 8).
a. Bahasa Indonesia yang baik
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu terikat pada patokan. Dalam situasi formal seperti kuliah, seminar, dan pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal yang selalu memperhatikan norma bahasa.
b. Bahasa Indonesia yang benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati secara konsisten, pemakaian bahasa dikatakan benar. Sebaliknya jika kaidah-kaidah bahasa kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar atau tidak baku.
Hymes (1974) dalam Chaer (1994:63) mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni :
a) Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan. Contohnya, percakapan yang terjadi di kantin sekolah pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika pelajaran berlangsung.
b) Participants, yaitu orang- orang yang terlibat dalam percakapan. Contohnya, antara karyawan dengan pimpinan. Percakapan antara karyawan dan pimpinan ini tentu berbeda kalau partisipannya bukan karyawan dan pimpinan, melainkan antara karyawan dengan karyawan.
c) Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya, seorang guru bertujuan menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik, tetapi hasilnya sebaliknya, murid-murid bosan karena mereka tidak berminat dengan pelajaran bahasa.
d) Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
e) Key, yaitu menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan.
f) Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan.
g) Norm, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
h) Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
Sebenarnya apabila kita mendalami bahasa menurut fungsinya yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama dan utama di negara Republik Indonesia.
Bahasa daerah yang berada dalam wilayah republik bertugas sebagai penunjang bahasa nasional, sumber bahan pengembangan bahasa nasional, dan bahasa pengantar pembantu pada tingkat permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi, bahasa-bahasa daerah ini secara sosial politik merupakan bahasa kedua.
Selain bahasa daerah, bahasa-bahasa lain seperti bahasa Cina, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis berkedudukan sebagai bahasa asing. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa terebut bertugas sebagai sarana perhubungan antarbangsa, sarana pembantu pengembangan bahasa Indonesia, dan alat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern bagi kepentingan pembangunan nasional. Jadi, bahasa-bahasa asing ini merupakan bahasa ketiga di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
4. IMPLEMENTASI TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
1.Inovasi Pembelajaran Berbasis ICT (Information, Communication and Technology)
Di era global dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, seharusnya bisa kita manfaatkan dalam pemertahanan bahasa Indonesia. Salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah dengan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis ICT (Information, Communication and Technology). Pemanfaatan ICT untuk pendidikan sudah menjadi keharusan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Berbagai aplikasi ICT sudah tersedia dalam masyarakat dan sudah siap menanti untuk dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan pendidikan. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan fungsinya dalam pendidikan. Menurut Indrajut (2004), fungsi teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan dapat dibagi menjadi tujuh fungsi, yakni: (1) sebagai gudang ilmu, (2) sebagai alat bantu pembelajaran, (3) sebagai fasilitas pendidikan, (4) sebagai standar kompetensi, (5) sebagai penunjang administrasi, (6) sebagai alat bantu manajemen sekolah, dan (7) sebagai infrastruktur pendidikan.
Merujuk pada ketujuh fungsi tersebut dapat dipahami bahwa ICT dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, perlu adanya pemanfaatan ICT dalam dunia pendidikan, aplikasi nyata dalam dunia pendidikan misalnya dengan memanfaatkan ICT sebagai alat bantu pembelajaran bahasa Indonesia. Pemanfaatan ICT dalam pembelajaran bahasa misalnya dengan memanfaatkan blog sebagai wadah kreatifitas siswa dalam meningkatkan kemampuan menulisnya. Selain itu, penggunaan media pembelajaran yang berbasis ICT akan memudahkan siswa dalam menerima dan memahami pelajaran yang disampaikan.
2.Pembelajaran Bahasa pada Ranah Multikultural
Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”. Tetapi pada pihak lain, realitas “multikultural” tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali “kebudayaan nasional Indonesia” yang dapat menjadi “integrating force” yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut. Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Ditambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya. Oleh karena itu perlu dikembangkan pendidikan yang berbasis multikultur.
Asy’arie (2003) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan dan praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan. Blum dalam Sparingga (2003) mengatakan bahwa ada empat nilai yang berbeda namun saling berhubungan dalam pendidikan untuk masyarakat multikultural, yaitu antirasisme, multikulturalisme, komunitas antar-ras, dan penghargaan terhadap manusia sebagai individu.
Dalam era global pembelajaran bahasa Indonesia dalam konteks multikultur sangat perlu diterapkan. Pembelajaran bahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia yang multikultur sudah seharusnya dilaksanakan dengan pembelajaran yang berbasis multikultur. Selain itu, pembelajaran bahasa dengan memanfaatkan kearifan lokal akan lebih bermakna dan dapat melestarikan budaya Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Asy’arie, Musa . ”Pendidikan Multikultural dan Konflik Bangsa” dalam harian Kompas 4 September 2003.
Dorian, N. 1982. Language Death: The Life Cycle of a Scottish Gaelic Dialect. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
________. “Language Loss and Maintenance in Language Contact Situations”. Dalam Lambert dan B. Freed (ed). The Loos of Language Skills. Rowley, Massacusatt: Newbury House.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Fishman, Joshua A. 1990 Language and Ethnicity in Minority Sociolinguistic Perspectives. Cleveden: Multilingual Matters Ltd.
Friedman Thomas, L. 2005. The World is Flat.
Gal, Susan. 1979 Language Shift: Social Determinants of Linguistic Change in Bilingual Austria. New York: Academic Press.
Groesjean, Fracois. 1982. Life with Two Languages. Cambridge: Harvard University Press.
Rokhman, Fathur. 2003. Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di Banyumas. Disertasi. Jogjakarta: Universitas Gadjah Mada.
_______________. 2006. Membangun Komunikasi Lintas Budaya yang Bermakna dalam Masyarakat Multikultural: Studi Sosiolinguistik. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri Semarang.
Romaine, Suzanne. 1989 Biliangualism. Oxford: Basil Blackwell.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan: Himpunan Bahasan. Penerbit: Diponegoro.
Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Dewasa ini kita hidup dalam era globalisasi, yang dipicu oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di bidang transportasi dan revolusi di bidang komunikasi. Dengan perkembangan yang sangat cepat di bidang transportasi dan komunikasi, arus globalisasi terasa bertambah kuat, sehingga dunia terasa makin datar (Thomas Friedman, 2005). Akibat derasnya arus globalisasi batas negara menjadi kabur dan akhirnya hilang. Tekanan arus globalisasi yang melanda bangsa-bangsa yang sedang berkembang menimbulkan perubahan yang semakin cepat dan luas dalam berbagai wilayah kehidupan. Globalisasi akan meningkatkan pemahaman antarbudaya, memecah batas antara masyarakat dari negara yang berbeda seiring dengan berkembangnya kemitraan dalam berdagang antarnegara. Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian besar orang menafsirkan sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah desa kecil, setiap orang bisa berkomunikasi dengan sangat mudah, berhubungan dengan waktu yang singkat, dan dengan biaya yang relatif rendah. Globalisasi adalah akibat dari revolusi teknologi, komunikasi, dan informasi yang dapat berimbas pada tatanan masyarakat, bangsa, dan negara di berbagai belahan dunia. Setiap bangsa di dunia tidak dapat melepaskan diri dari arus global akibat revolusi tersebut. Dengan kondisi seperti itu, persaingan antarwilayah pun semakin tinggi. Siapa yang menguasai komunikasi dialah yang akan menguasai dunia. Bahasa merupakan alat komunikasi di dunia. Oleh karena itu, eksistensinya di tengah arus global harus dicermati.
Arus global berimbas pula pada penggunaan dan keberadaan bahasa Indonesia di masyarakat. Penggunaan bahasa di dunia maya, internet, facebook misalnya, memberi banyak perubahan bagi sturktur bahasa Indonesia yang oleh beberapa pihak disinyalir merusak bahasa itu sendiri. Berlandaskan alasan globalisasi dan prestise, masyarakat mulai kehilangan rasa bangga menggunakan bahasa nasional. Tidak hanya pada rakyat kecil, ‘krisis bahasa’ juga ditemukan pada para pejabat negara. Kurang intelek katanya kalau dalam setiap ucapan tidak dibumbui selingan bahasa asing yang sebenarnya tidak perlu. Hal tersebut memunculkan istilah baru, yaitu ‘Indoglish’ kependekan dari ‘Indonesian-English’ untuk fenomena bahasa yang kian menghantam bahasa Indonesia. Sulit dipungkiri memang, bahasa asing kini telah menjamur penggunaannya. Mulai dari judul film, judul buku, judul lagu, sampai pemberian nama merk produk dalam negeri. Kita pun merasa lebih bangga jika lancar dalam berbicara bahasa asing. Namun, apapun alasannya, entah itu menjaga prestise, mengikuti perkembangan zaman, ataupun untuk meraup keuntungan, tanpa kita sadari secara perlahan kita telah ikut andil dalam mengikis kepribadian dan jati diri bangsa kita sendiri.
Sekarang ini penggunaan penggunaan bentuk ‘Inggris’ sudah banyak menggejala. Dalam bidang internet dan komputer kita banyak menggunakan kata mendownload, mengupload, mengupdate, dienter, direlease, didiscount, dan lain sebagainya. Tidak hanya dalam bidang komputer saja, di bidang lain pun sering kita jumpai. Selain bahasa Asing, kedudukan bahasa Indonesia juga semakin terdesak dengan pemakain bahasa-bahasa gaul di kalangan remaja. Bahasa gaul ini sering kita temukan dalam pesan singkat atau sms, chatting, dan sejenisnya. Misalnya dalam kalimat’gue gitu loh..pa sich yg ga bs’ dalam kalimat tersebut penggunaan kata ganti aku tidak dipakai lagi.
1. PERGESERAN BAHASA INDONESIA
Fenomena di atas dapat mengakibatkan pergeseran bahasa Indonesia. Fenomena pemertahanan dan pergeseran bahasa sebenarnya telah ada sejak bahasa-bahasa itu mulai mengadakan kontak dengan bahasa lainnya (Grosjean 1982). Kontak antardua suku atau suku bangsa yang masing-masing membawa bahasanya sendiri-sendiri lambat laun mengakibtakan terjadinya persaingan kebahasaan. Pada umumnya, di dalam persaingan kebahasaan terjadi fenomena-fenomena kebahasaan yang diawali dengan kedwibahsaan, diglosia, alih kode/campur kode, interferensi, dan akhirnya permertahanan dan pergeseran bahasa. Jika satu bahasa lebih dominan, lebih berprestise, atau lebih modern atau bahkan mungkin lebih “superior” daripada bahasa lain, bahasa tersebut dipastikan dapat bertahan, sedangkan lainnya dalam beberapa generasi akan ditinggalkan oleh penuturnya. Tidak jarang bahasa yang ditelantarkan oleh penuturnya itu lambat laun mengakibatkan kematian bahasa (Dorian 1982).
Dalam kepustakaan sosiolinguistik, pemertahanan dan pergeseran bahasa merupakan fenomena yang menarik. Terminologi pemertahanan dan pergeseran bahasa pertama kali diperkenalkan oleh Fishman pada tahun 1964 yang selanjutnya dikembangkan oleh Susan Gal (1979) yang meneliti masalah pilihan dan pergeseran bahasa di Oberwart, Austria timur, dan Nancy Dorian (1981) yang mengkaji pergeseran bahasa Gaelik oleh bahasa Inggris di Sutherland Timur, Britania bagian utara. Pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa erat kaitannya dengan ranah yang berkaitan dengan pilihan bahasa dan kewibahasaan.
Kajian pemertahanan dan pergeseran bahasa perlu dikaitkan dengan konsep pemilihan bahasa. Pemahaman tentang pilihan bahasa dalam ranah yang dihubungkan dengan konsep diglosia di atas sangat penting artinya karena dengan begitu pemertahanan dan kebocoran diglosia yang menyebabkan pergeseran bahasa dapat dilihat. Pemertahanan dan pergeseran bahasa serta kepunahan suatu bahasa bertitik-tolak dari kontak dua bahasa dalam suatu masyarakat. Gejala kepunahan bahasa akan tampak dalam proses yang cukup panjang. Mula-mula tiap-tiap bahasa masih dapat mempertahankan pemakaiannya pada ranah masing-masing. Kemudian pada suatu masa transisi masyarakat tersebut menjadi dwibahasawan sebagai suatu tahapan sebelum kepunahan bahasa aslinya (BI) dan dalam jangka waktu beberapa generasi mereka bertrasformasi menjadi masyarakat ekabahasawan kembali. Dengan demikian, pergeseran bahasa mencakup pertama-pertama kedwibahasaan (seringkali bersama diglosia) sebagai suatu tahapan menuju keekabahasaan (BI yang baru).
Demikian pula halnya dengan pemertahanan/pergeseran bahasa, ada aspek-aspek sosial psikologis pendukung suatu bahasa yang dapat diandalkan guna menangkis serangan pemakaian bahasa dari luar atau paling tidak dapat memperkuat basis perlawanan terhadap musuh.
Ada banyak faktor yang menyebabkan pergeseran dan kepunahan suatu bahasa. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di berbagai tempat di dunia, faktor-faktor tersebut seperti loyalitas bahasa, konsentrasi wilayah pemukiman penutur, pemakaian bahasa pada ranah tradisional sehari-hari, kesinambungan peralihan bahasa-ibu antargenerasi, pola-pola kedwibahasaan, mobilitas sosial, sikap bahasa dan lain-lain. Menurut Romaine (1989) faktor-faktor itu juga dapat berupa kekuatan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, kelas sosial, latar belakang agama dan pendidikan, hubungan dengan tanah leluhur atau asal, tingkat kemiripan antara bahasa mayoritas dengan bahasa minoritas, sikap kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, perkawinan campur, kebijakan politik pemerintah terhadap bahasa dan pendidikan kelompok minoritas, serta pola pemakaian bahasa.
Sesungguhnya, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pemertahanan dan pergeseran bahasa di masyarakat. Namun, faktor-faktor itu bervariasi antarsatu wilayah dengan wilayah lainnya. Faktor-faktor penyebab terjadinya kasus pergeseran bahasa di Oberwart-Austria berbeda dari faktor-faktor penyebab atas kasus yang sama di Sutherland-Scotlandia ataupun kasus pergeseran dan pemertahanan bahasa Lampung di Lampung. Grosjean (1982:107) mengelompokkan faktor-faktor itu ke dalam lima faktor: sosial, sikap, pemakaian, bahasa, kebijakan pemerintah, dan faktor-faktor lain. Adanya pola-pola sosial dan budaya yang beragam dalam suatu masyarakat ikut menentukan identitas sosial dan keanggotaan kelompok sosialnya, faktor-faktor sosial itu meliputi status sosial, kedudukan sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan atau jabatan, serta keanggotaan seseorang dalam suatu jaringan sosial.
2. SIKAP BAHASA
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus disikapi bersama termasuk dalam pengajarannya. Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang disampaikan. Berbagai fenomena yang berdampak buruk pada kebenaran berbahasa yang disesuaikan dengan kaidahnya, dalam hal ini berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Globalisasi memang tidak dapat dihindari. Akulturasi bahasa nasional dengan bahasa dunia pun menjadi lebih terasa perannya. Menguasai bahasa dunia dinilai sangat penting agar dapat bertahan di era modern ini. Namun sangat disayangkan jika masyarakat menelan mentah-mentah setiap istilah-istilah asing yang masuk dalam bahasa Indonesia. Ada baiknya jika dipikirkan dulu penggunaannya yang tepat dalam setiap konteks kalimat. Sehingga penyusupan istilah-istilah tersebut tidak terlalu merusak tatanan bahasa nasional.
3. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini memungkinkan munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode, alih kode maupun bahasa gaul. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari adanya interaksi dan komunikasi antarsesamanya. Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama bahasa adalah bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat.
Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Berbagai alasan sosial dan politis menyebabkan banyak orang meninggalkan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan bahasa lain. Dalam perkembangan masyarakat modern saat ini, masyarakat Indonesia cenderung lebih senang dan merasa lebih intelek untuk menggunakan bahasa asing. Hal tersebut memberikan dampak terhadap pertumbuhan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa. Bahasa Inggris yang telah menjadi raja sebagai bahasa internasional terkadang memberi dampak buruk pada perkembangan bahasa Indonesia. Kepopuleran bahasa Inggris menjadikan bahasa Indonesia tergeser pada tingkat pemakaiannya.
Berbagai penyebab pergeseran pemakaian bahasa Indonesia, tidak hanya disebabkan oleh bahasa asing tetapi juga disebabkan oleh adanya interferensi bahasa daerah dan pengaruh bahasa gaul. Dewasa ini bahasa asing lebih sering digunakan daripada bahasa Indonesia hampir di semua sektor kehidupan. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran, dan masih banyak contoh lain yang mengidentifikasikan bahwa masyarakat Indonesia lebih menganggap bahasa asing lebih memiliki nilai. Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Dunia pendidikan yang syarat pembelajaran dengan media bahasa menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi yang primer. Sejalan dengan hal tersebut, bahasa baku merupakan simbol dalam dunia pendidikan dan cendekiawan. Penguasaan Bahasa Indonesia yang maksimal dapat dicapai jika fundasinya diletakkan dengan kokoh di rumah dan di sekolah mulai TK (Taman Kanak-kanak) sampai PT (Perguruan Tinggi). Akan tetapi, fundasi ini pada umumnya tidak tercapai. Di berbagai daerah, situasi kedwibahasaan merupakan kendala. Para guru kurang menguasai prinsip-prinsip perkembangan bahasa anak sehingga kurang mampu memberikan pelajaran bahasa Indonesia yang serasi dan efektif.
Rusyana, 1984:152 menyatakan bahwa dalam membina masyarakat akademik, penggunaan bahasa yang tidak baik dan tidak benar akan menimbulkan masalah. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dianggap mempunyai peranan dalam menuju arah pembangunan masyarakat akademik idaman.
Kurangnya pemahaman terhadap variasi pemakaian bahasa berimbas pada kesalahan penerapan berbahasa. Secara umum dan nyata perlu adanya kesesuaian antara bahasa yang dipakai dengan tempat berbahasa. Tolok ukur variasi pemakaian bahasa adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan parameter situasi. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma yang berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia (Sugono, 1994: 8).
a. Bahasa Indonesia yang baik
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu terikat pada patokan. Dalam situasi formal seperti kuliah, seminar, dan pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal yang selalu memperhatikan norma bahasa.
b. Bahasa Indonesia yang benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati secara konsisten, pemakaian bahasa dikatakan benar. Sebaliknya jika kaidah-kaidah bahasa kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar atau tidak baku.
Hymes (1974) dalam Chaer (1994:63) mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni :
a) Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan. Contohnya, percakapan yang terjadi di kantin sekolah pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika pelajaran berlangsung.
b) Participants, yaitu orang- orang yang terlibat dalam percakapan. Contohnya, antara karyawan dengan pimpinan. Percakapan antara karyawan dan pimpinan ini tentu berbeda kalau partisipannya bukan karyawan dan pimpinan, melainkan antara karyawan dengan karyawan.
c) Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya, seorang guru bertujuan menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik, tetapi hasilnya sebaliknya, murid-murid bosan karena mereka tidak berminat dengan pelajaran bahasa.
d) Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
e) Key, yaitu menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan.
f) Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan.
g) Norm, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
h) Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
Sebenarnya apabila kita mendalami bahasa menurut fungsinya yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama dan utama di negara Republik Indonesia.
Bahasa daerah yang berada dalam wilayah republik bertugas sebagai penunjang bahasa nasional, sumber bahan pengembangan bahasa nasional, dan bahasa pengantar pembantu pada tingkat permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi, bahasa-bahasa daerah ini secara sosial politik merupakan bahasa kedua.
Selain bahasa daerah, bahasa-bahasa lain seperti bahasa Cina, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis berkedudukan sebagai bahasa asing. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa terebut bertugas sebagai sarana perhubungan antarbangsa, sarana pembantu pengembangan bahasa Indonesia, dan alat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern bagi kepentingan pembangunan nasional. Jadi, bahasa-bahasa asing ini merupakan bahasa ketiga di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
4. IMPLEMENTASI TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
1.Inovasi Pembelajaran Berbasis ICT (Information, Communication and Technology)
Di era global dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, seharusnya bisa kita manfaatkan dalam pemertahanan bahasa Indonesia. Salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah dengan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis ICT (Information, Communication and Technology). Pemanfaatan ICT untuk pendidikan sudah menjadi keharusan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Berbagai aplikasi ICT sudah tersedia dalam masyarakat dan sudah siap menanti untuk dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan pendidikan. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan fungsinya dalam pendidikan. Menurut Indrajut (2004), fungsi teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan dapat dibagi menjadi tujuh fungsi, yakni: (1) sebagai gudang ilmu, (2) sebagai alat bantu pembelajaran, (3) sebagai fasilitas pendidikan, (4) sebagai standar kompetensi, (5) sebagai penunjang administrasi, (6) sebagai alat bantu manajemen sekolah, dan (7) sebagai infrastruktur pendidikan.
Merujuk pada ketujuh fungsi tersebut dapat dipahami bahwa ICT dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, perlu adanya pemanfaatan ICT dalam dunia pendidikan, aplikasi nyata dalam dunia pendidikan misalnya dengan memanfaatkan ICT sebagai alat bantu pembelajaran bahasa Indonesia. Pemanfaatan ICT dalam pembelajaran bahasa misalnya dengan memanfaatkan blog sebagai wadah kreatifitas siswa dalam meningkatkan kemampuan menulisnya. Selain itu, penggunaan media pembelajaran yang berbasis ICT akan memudahkan siswa dalam menerima dan memahami pelajaran yang disampaikan.
2.Pembelajaran Bahasa pada Ranah Multikultural
Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”. Tetapi pada pihak lain, realitas “multikultural” tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali “kebudayaan nasional Indonesia” yang dapat menjadi “integrating force” yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut. Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Ditambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya. Oleh karena itu perlu dikembangkan pendidikan yang berbasis multikultur.
Asy’arie (2003) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan dan praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan. Blum dalam Sparingga (2003) mengatakan bahwa ada empat nilai yang berbeda namun saling berhubungan dalam pendidikan untuk masyarakat multikultural, yaitu antirasisme, multikulturalisme, komunitas antar-ras, dan penghargaan terhadap manusia sebagai individu.
Dalam era global pembelajaran bahasa Indonesia dalam konteks multikultur sangat perlu diterapkan. Pembelajaran bahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia yang multikultur sudah seharusnya dilaksanakan dengan pembelajaran yang berbasis multikultur. Selain itu, pembelajaran bahasa dengan memanfaatkan kearifan lokal akan lebih bermakna dan dapat melestarikan budaya Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Asy’arie, Musa . ”Pendidikan Multikultural dan Konflik Bangsa” dalam harian Kompas 4 September 2003.
Dorian, N. 1982. Language Death: The Life Cycle of a Scottish Gaelic Dialect. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
________. “Language Loss and Maintenance in Language Contact Situations”. Dalam Lambert dan B. Freed (ed). The Loos of Language Skills. Rowley, Massacusatt: Newbury House.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Fishman, Joshua A. 1990 Language and Ethnicity in Minority Sociolinguistic Perspectives. Cleveden: Multilingual Matters Ltd.
Friedman Thomas, L. 2005. The World is Flat.
Gal, Susan. 1979 Language Shift: Social Determinants of Linguistic Change in Bilingual Austria. New York: Academic Press.
Groesjean, Fracois. 1982. Life with Two Languages. Cambridge: Harvard University Press.
Rokhman, Fathur. 2003. Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di Banyumas. Disertasi. Jogjakarta: Universitas Gadjah Mada.
_______________. 2006. Membangun Komunikasi Lintas Budaya yang Bermakna dalam Masyarakat Multikultural: Studi Sosiolinguistik. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri Semarang.
Romaine, Suzanne. 1989 Biliangualism. Oxford: Basil Blackwell.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan: Himpunan Bahasan. Penerbit: Diponegoro.
Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Senin, 19 April 2010
TERPENDAM, KESIDIAN MENIMBA PENGETAHUAN FORMAL.
TERPENDAM, KESIDIAN MENIMBA PENGETAHUAN FORMAL.
Ujian nasinal pun berlansung lancr seperti yang dicita-citakan oleh DEPDIKNA, tetapi sebagian besar pemburu pendidikan tingkat selanjutnya masih pertanyakan karena beberapa indicator yang yang melatar belakangi yakni: pengasilang ekonomi orang tua untuk mencukupi kebutuhan sehari. Biaya pendidikan selalu saja mengalami kenaikan.
Setiap tahun ajaran buru, selalu saja ada kenaikan biaiya pendidikan, biaya yang pasti mengalami kenaikan di perguruan tinggi (PT), uang satuan kredit studi (SKS) sebesar sepulu persen (10%) dan dana pengembangan pembangunan (DPP ) Uang kuliah tetap (UKT) sebagai dana bersama. Yang ruting naik adalah SKS. Sedangkan untuk DPP, kenaikannya kapan dan seberapa besar, tidak diatur secara tertulis . karena meliahatnya peningkatan biaiya operasional pendidikan semakin mahal maka dari itu, seluruh (PT) rutin naik setiap tahunya. Namun, ternyata uang SKS tidak sangup menanggung biaya tersenut. biaya pendidikan yang makin mahal menjadi dilema bagi Indonesia yang sedang mengalami transformasi menuju negara maju.
Dalam proses transformasi membutuhkan generasi muda yang memiliki pendidikan baik,. Jika biaya pendidikan mahal maka hanya orang-orang mampu secara finansial yang bisa menikmati pendidikan. Banyak masyarakat Indonesia yang cerdas tapi tidak bisa menikmati pendidikan tinggi karena tidak memiliki kemampuan finansial. Jika hal ini terus berlangsung, pada sekitar 30 tahun mendatang, masyarakat kelas menengah di Indonesia, hanya berasal dari masyarakat kelas menengah saat ini. Sedangkan potensi dari keluarga sederhana tidak bisa tumbuh. Kalau biaiya pendidikan tinggi, relatif tidak bisa diakses masyarakat dari keluarga sederhana.
Semakin mahalnya biayaia pendidikan tidak mungkin luput dari kritik mahasiswa, bertolak dari itu pers-pers mahasiswa sudah mulai mengkritik kenaikan biaiya pendidikan salah satunya, pers USD mengankat dengan tema “ Mempertanyakan Fasilitas, Kualitas, dan Kemanusiaan USD Saat Kuliah Makin Mahal”.
Pada minggu-minggu terakhir ini ramai dibicarakan mengenai makin mahalnya biaya pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Meski nanti lulus SPMB, calon mahasiswa baru harus menghadapi persoalan berikutnya: kewajiban membayar biaya pendidikan yang sangat mahal. Menurut Antara News (04/07/07), di Universitas Indonesia, uang pangkalnya saja besarnya mencapai Rp 25 juta untuk fakultas-fakultas eksakta.
Di PTN lain yang saat ini berstatus BHMN seperti IPB, ITB, Unpad, UGM, Unair, dan sebagainya juga menetapkan tarif uang pangkal yang tidak berbeda jauh dengan UI. Selain uang pangkal mereka juga diharuskan membayar berbagai komponen dana yang beragam di tiap jurusan dan fakultas. Semakin tinggi peminatnya, suatu jurusan atau fakultas akan menetapkan tarif yang tinggi pula. Beberapa jurusan atau fakultas di BHMN tersebut ada yang harus membayar total Rp 45 hingga Rp 120 juta.
Akibat: kalau makin mahalnya biaya pendidikan di Perguruan Tinggi (PT), kejadian seperti pada tahun sebelumnya kemungkinan berulang, yaitu adanya beberapa peserta yang dinyatakan lulus SPMB, namun kemudian mengundurkan diri karena tidak mampu menanggung biaya pendidikannya.
Ujian Nasional sudah mulai digelar tanggal 22 Maret hingga samapai 25 2010. tentu, tidak ada orang tua yang tidak ingin putra-putrinya bisa meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Karena itu, mereka yang lulus kemudian ramai-ramai mencari sekolah yang lebih tinggi, atau mencari perguruan tinggi (bagi yang lulus sekolah lanjutan tingkat atas/SLTA).
Namun, bagi keluarga miskin atau keluarga kurang mampu, tahun ajaran baru rasanya menjadi tahun-tahun yang berat karena biaya pendidikan makin hari makin mahal. Orang-orang yang melakukan bisnis di bidang pendidikan (ketua yayasan atau pimpinan lembaga pendidikan), terutama bagi sekolah-sekolah swasta, tampaknya tak mau tahu, sungguh-sungguh tidak mau tahu, terhadap masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan. Pokoknya uang pangkal, uang gedung, uang buku, uang praktikum, dan entah uang apa lagi, harus dibayar sebelum anak masuk sekolah (atau sebelum tahun ajaran dimulai).
Mau bersekolah di sekolah negeri, nilai ujian siswa sering (banyak) tidak memenuhi persyaratan. Nilainya harus benar-benar di atas 7. Karena itu, sekolah di negeri juga tidak mudah, apalagi (konon) masuk di sekolah negeri pun (yang nilainya kurang dari persyaratan) harus mengeluarkan uang tidak sedikit.
Sekolah swasta atau lembaga-lembaga pendidikan swasta yang mutunya rendah pun ikut-ikutan menarik biaya yang tinggi. Padahal, setelah tamat sekolah, mencari pekerjaan pun sulit. Jangankan hanya tamat SLTA, sarjana pun banyak yang menganggur. kalau anak tidak sekolah, lantas mau bagaimana? Sampai kapan, keadaan seperti ini?"
Satu-satunya cara
Kalau memang Negara Indonesia punya cita-cita dan dasar bineka tungal ika, bagiama berfikir membangkitkan sumberdaya manusia. Yang perluh melihat:
Pertama: Alumni perguruan tinggi yang telah berhasil agar memberikan bantuan kepada almamaternya dalam bentuk beasiswa melalui organisasi ikatan alumni.“Alumni perguruan tinggi saat ini tidak menyadari jika mereka sudah diuntungkan dengan menikmati pendidikan tinggi yang biayanya masih murah. Melalui pendidikan tinggi, terjadi percepatan bagi seseorang dari keluarga sederhana masuk ke lapisan masyarakat kelas menengah.Jika mereka tidak memberikan bantuan dalam bentuk beasiswa, maka generasi adik-adiknya atau anak-anaknya dari keluarga sederhana tidak bisa lagi menikmati pendidikan tinggi, karena biayanya sudah mahal.
Kedua, perguruan tinggi harus bisa mengelola pendanaan dengan cara yang lebih modern, yakni dengan melihat sektor swasta untuk berkontribusi membantu biaya pendidikan tinggi. “Bentuknya berupa beasiswa atau penggalangan dana abadi,” masyarakat saat ini tidak bisa berharap seluruh biaya pendidikan sampai ke perguruan tinggi ditanggung oleh pemerintah.
Pada saat seluruh masyarakat Indonesia masih miskin, beban tersebut masih ditanggung pemerintah. Tapi setelah sebagian masyarakat status sosial ekonominya sudah lebih baik, mereka harus memberikan kontribusi agar pendidikan tinggi juga tetap bisa diakses oleh masyarakat dari keluarga sederhana. “Pemerintah saat ini sudah membantu biaya pendidikan dasar dan menengah, karena itu swasta harus berkontribusi membantu biaya pendidikan tinggi.
Karut-marut ini tidak dapat didiamkan atau bahkan dibenarkan oleh kita yang masih percaya pada UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Tak ada cara lain kecuali melakukan perombakan mendasar pada kebijakan, pelaksanaan, dan pengelolaan lembaga pendidikan. Perombakan mendasar harus dimulai dari manajemen pemerhati pendidikan pimpinan negara kita tercinta. Tidak ada cara lain membuat peraturan sendiri dari pengelola kampus itu sendiri. Harus memperbaiki seluruh kebijakan pengawasan dan pengendalian dari lembaga pendidikan pusat.
Oleh
Oleh ( Yulius Pekei, Mahasiswa PBSID, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ).
No.HP. 081392549876 Atau E-mail: yykebadabi@yahoo.com.
Ujian nasinal pun berlansung lancr seperti yang dicita-citakan oleh DEPDIKNA, tetapi sebagian besar pemburu pendidikan tingkat selanjutnya masih pertanyakan karena beberapa indicator yang yang melatar belakangi yakni: pengasilang ekonomi orang tua untuk mencukupi kebutuhan sehari. Biaya pendidikan selalu saja mengalami kenaikan.
Setiap tahun ajaran buru, selalu saja ada kenaikan biaiya pendidikan, biaya yang pasti mengalami kenaikan di perguruan tinggi (PT), uang satuan kredit studi (SKS) sebesar sepulu persen (10%) dan dana pengembangan pembangunan (DPP ) Uang kuliah tetap (UKT) sebagai dana bersama. Yang ruting naik adalah SKS. Sedangkan untuk DPP, kenaikannya kapan dan seberapa besar, tidak diatur secara tertulis . karena meliahatnya peningkatan biaiya operasional pendidikan semakin mahal maka dari itu, seluruh (PT) rutin naik setiap tahunya. Namun, ternyata uang SKS tidak sangup menanggung biaya tersenut. biaya pendidikan yang makin mahal menjadi dilema bagi Indonesia yang sedang mengalami transformasi menuju negara maju.
Dalam proses transformasi membutuhkan generasi muda yang memiliki pendidikan baik,. Jika biaya pendidikan mahal maka hanya orang-orang mampu secara finansial yang bisa menikmati pendidikan. Banyak masyarakat Indonesia yang cerdas tapi tidak bisa menikmati pendidikan tinggi karena tidak memiliki kemampuan finansial. Jika hal ini terus berlangsung, pada sekitar 30 tahun mendatang, masyarakat kelas menengah di Indonesia, hanya berasal dari masyarakat kelas menengah saat ini. Sedangkan potensi dari keluarga sederhana tidak bisa tumbuh. Kalau biaiya pendidikan tinggi, relatif tidak bisa diakses masyarakat dari keluarga sederhana.
Semakin mahalnya biayaia pendidikan tidak mungkin luput dari kritik mahasiswa, bertolak dari itu pers-pers mahasiswa sudah mulai mengkritik kenaikan biaiya pendidikan salah satunya, pers USD mengankat dengan tema “ Mempertanyakan Fasilitas, Kualitas, dan Kemanusiaan USD Saat Kuliah Makin Mahal”.
Pada minggu-minggu terakhir ini ramai dibicarakan mengenai makin mahalnya biaya pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Meski nanti lulus SPMB, calon mahasiswa baru harus menghadapi persoalan berikutnya: kewajiban membayar biaya pendidikan yang sangat mahal. Menurut Antara News (04/07/07), di Universitas Indonesia, uang pangkalnya saja besarnya mencapai Rp 25 juta untuk fakultas-fakultas eksakta.
Di PTN lain yang saat ini berstatus BHMN seperti IPB, ITB, Unpad, UGM, Unair, dan sebagainya juga menetapkan tarif uang pangkal yang tidak berbeda jauh dengan UI. Selain uang pangkal mereka juga diharuskan membayar berbagai komponen dana yang beragam di tiap jurusan dan fakultas. Semakin tinggi peminatnya, suatu jurusan atau fakultas akan menetapkan tarif yang tinggi pula. Beberapa jurusan atau fakultas di BHMN tersebut ada yang harus membayar total Rp 45 hingga Rp 120 juta.
Akibat: kalau makin mahalnya biaya pendidikan di Perguruan Tinggi (PT), kejadian seperti pada tahun sebelumnya kemungkinan berulang, yaitu adanya beberapa peserta yang dinyatakan lulus SPMB, namun kemudian mengundurkan diri karena tidak mampu menanggung biaya pendidikannya.
Ujian Nasional sudah mulai digelar tanggal 22 Maret hingga samapai 25 2010. tentu, tidak ada orang tua yang tidak ingin putra-putrinya bisa meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Karena itu, mereka yang lulus kemudian ramai-ramai mencari sekolah yang lebih tinggi, atau mencari perguruan tinggi (bagi yang lulus sekolah lanjutan tingkat atas/SLTA).
Namun, bagi keluarga miskin atau keluarga kurang mampu, tahun ajaran baru rasanya menjadi tahun-tahun yang berat karena biaya pendidikan makin hari makin mahal. Orang-orang yang melakukan bisnis di bidang pendidikan (ketua yayasan atau pimpinan lembaga pendidikan), terutama bagi sekolah-sekolah swasta, tampaknya tak mau tahu, sungguh-sungguh tidak mau tahu, terhadap masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan. Pokoknya uang pangkal, uang gedung, uang buku, uang praktikum, dan entah uang apa lagi, harus dibayar sebelum anak masuk sekolah (atau sebelum tahun ajaran dimulai).
Mau bersekolah di sekolah negeri, nilai ujian siswa sering (banyak) tidak memenuhi persyaratan. Nilainya harus benar-benar di atas 7. Karena itu, sekolah di negeri juga tidak mudah, apalagi (konon) masuk di sekolah negeri pun (yang nilainya kurang dari persyaratan) harus mengeluarkan uang tidak sedikit.
Sekolah swasta atau lembaga-lembaga pendidikan swasta yang mutunya rendah pun ikut-ikutan menarik biaya yang tinggi. Padahal, setelah tamat sekolah, mencari pekerjaan pun sulit. Jangankan hanya tamat SLTA, sarjana pun banyak yang menganggur. kalau anak tidak sekolah, lantas mau bagaimana? Sampai kapan, keadaan seperti ini?"
Satu-satunya cara
Kalau memang Negara Indonesia punya cita-cita dan dasar bineka tungal ika, bagiama berfikir membangkitkan sumberdaya manusia. Yang perluh melihat:
Pertama: Alumni perguruan tinggi yang telah berhasil agar memberikan bantuan kepada almamaternya dalam bentuk beasiswa melalui organisasi ikatan alumni.“Alumni perguruan tinggi saat ini tidak menyadari jika mereka sudah diuntungkan dengan menikmati pendidikan tinggi yang biayanya masih murah. Melalui pendidikan tinggi, terjadi percepatan bagi seseorang dari keluarga sederhana masuk ke lapisan masyarakat kelas menengah.Jika mereka tidak memberikan bantuan dalam bentuk beasiswa, maka generasi adik-adiknya atau anak-anaknya dari keluarga sederhana tidak bisa lagi menikmati pendidikan tinggi, karena biayanya sudah mahal.
Kedua, perguruan tinggi harus bisa mengelola pendanaan dengan cara yang lebih modern, yakni dengan melihat sektor swasta untuk berkontribusi membantu biaya pendidikan tinggi. “Bentuknya berupa beasiswa atau penggalangan dana abadi,” masyarakat saat ini tidak bisa berharap seluruh biaya pendidikan sampai ke perguruan tinggi ditanggung oleh pemerintah.
Pada saat seluruh masyarakat Indonesia masih miskin, beban tersebut masih ditanggung pemerintah. Tapi setelah sebagian masyarakat status sosial ekonominya sudah lebih baik, mereka harus memberikan kontribusi agar pendidikan tinggi juga tetap bisa diakses oleh masyarakat dari keluarga sederhana. “Pemerintah saat ini sudah membantu biaya pendidikan dasar dan menengah, karena itu swasta harus berkontribusi membantu biaya pendidikan tinggi.
Karut-marut ini tidak dapat didiamkan atau bahkan dibenarkan oleh kita yang masih percaya pada UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Tak ada cara lain kecuali melakukan perombakan mendasar pada kebijakan, pelaksanaan, dan pengelolaan lembaga pendidikan. Perombakan mendasar harus dimulai dari manajemen pemerhati pendidikan pimpinan negara kita tercinta. Tidak ada cara lain membuat peraturan sendiri dari pengelola kampus itu sendiri. Harus memperbaiki seluruh kebijakan pengawasan dan pengendalian dari lembaga pendidikan pusat.
Oleh
Oleh ( Yulius Pekei, Mahasiswa PBSID, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ).
No.HP. 081392549876 Atau E-mail: yykebadabi@yahoo.com.
JEJAK PERJALANAN
JEJAK PERJALANAN
detik demi detik ku melewati
menit demi menit ku melangkah
jam demi jam ku menahan lapar
sebatang kayu besi membawahku
dari kampung ke kampung
dari desa ke desa
dari kota ke kota
ku memandang kiri kanan jalan
Cuma lampu-lampu yang melambaikan
Mengucapkan ucapan salam
Kapankah ku tiba di istana Negara
Kariya yulius pekei, tanggal 5 April , 2010
detik demi detik ku melewati
menit demi menit ku melangkah
jam demi jam ku menahan lapar
sebatang kayu besi membawahku
dari kampung ke kampung
dari desa ke desa
dari kota ke kota
ku memandang kiri kanan jalan
Cuma lampu-lampu yang melambaikan
Mengucapkan ucapan salam
Kapankah ku tiba di istana Negara
Kariya yulius pekei, tanggal 5 April , 2010
KUPU-KUPU
KUPU-KUPU
Kupu-kupu menghingap
Di makota daun pada senjah hari
Ku memandan kedip-kedip sayap
Menghaturkan doa
Wahai enkau jadi gadis
Ku akan mengengamkanmu
Ku selalu memantau
Pada malam hari kemanaka engkau pergi
Sahabatmu Makota bunga
selalu melambai-lambai menantimu
bisahka engkau menemani pada malam hari
karya yulius pekei tanggal 5 April , 2010
Kupu-kupu menghingap
Di makota daun pada senjah hari
Ku memandan kedip-kedip sayap
Menghaturkan doa
Wahai enkau jadi gadis
Ku akan mengengamkanmu
Ku selalu memantau
Pada malam hari kemanaka engkau pergi
Sahabatmu Makota bunga
selalu melambai-lambai menantimu
bisahka engkau menemani pada malam hari
karya yulius pekei tanggal 5 April , 2010
RINDU MENGHANTUIKU
RINDU MENGHANTUIKU
Detik per detik ku menantimu
Menit per menit ku merindukanmu
Jam per jam ku menghayatimu
Hari per hari ku meneteskan air mata
Mingu per minggu menantimu
Bulan per bulan ku menahan rindu
Tahun per tahun ku selalu bayankan wajahmu
Wahai angrek mawar sejati
Kapankah engkau menunjukan mukamu
Ku hanya selalu ketemu lewat mimpi
Kapankah engkau menyembukan pedih dan perih ini.
Ku ucapkan hanya sepata kata salam,
Selamat jalan selamat menanti
Kariya yulius pekei tanggal 5 April 2010
Catatan: sajak diatas ini saya tulis pada tanggal 5 April 2010, puisi ini tulis pada saat perjalanan dari jokjakarta menuju Jakarta, dalam bis dambri itu saya melihat kiri kanan saya ternya orang, tak kenal semua. Karena kesunyianya sendiri, tiap detik saya menyedipkan mata karena mengantuk, tetapi malah saya membayang- bayangkan wajah, muka, sikap, adik perempuan yang meningal sejak saya duduk di bangku SMP kelas tiga.
Detik per detik ku menantimu
Menit per menit ku merindukanmu
Jam per jam ku menghayatimu
Hari per hari ku meneteskan air mata
Mingu per minggu menantimu
Bulan per bulan ku menahan rindu
Tahun per tahun ku selalu bayankan wajahmu
Wahai angrek mawar sejati
Kapankah engkau menunjukan mukamu
Ku hanya selalu ketemu lewat mimpi
Kapankah engkau menyembukan pedih dan perih ini.
Ku ucapkan hanya sepata kata salam,
Selamat jalan selamat menanti
Kariya yulius pekei tanggal 5 April 2010
Catatan: sajak diatas ini saya tulis pada tanggal 5 April 2010, puisi ini tulis pada saat perjalanan dari jokjakarta menuju Jakarta, dalam bis dambri itu saya melihat kiri kanan saya ternya orang, tak kenal semua. Karena kesunyianya sendiri, tiap detik saya menyedipkan mata karena mengantuk, tetapi malah saya membayang- bayangkan wajah, muka, sikap, adik perempuan yang meningal sejak saya duduk di bangku SMP kelas tiga.
Angrek Hitam
Angrek Hitam
Sekujur batangnya berduri tajam
Menusuk! Menggores!
Sekujur batangnya sosok nyeri
Bagi lunak dan sabar hati
Mawar hitam
Telah tumbuh dan berkembang
Diantara pepohonan di tenggah lading
Kita masih belum paham
( dua tanaman didekatnya terkulai satu
Tanaman lainya rontok lainya)
Sudah terlanjur membiarkan tumbuh
Tegak menopak kelopak hitam
Memuaja diri ditenga luka
Merasa tiada tersentuh angin kencang
( tanaman disekelilinya telah jadi perisai
Merintangi angin meremas kelopaknya)
Mawar hitam
Dalam tubuhnya mengalir tuba
Hidupnya telah meracuni mjiwa
Tapi siapa yang menebasnya
Yariya yulius pekei, 28 maret 20010
Sekujur batangnya berduri tajam
Menusuk! Menggores!
Sekujur batangnya sosok nyeri
Bagi lunak dan sabar hati
Mawar hitam
Telah tumbuh dan berkembang
Diantara pepohonan di tenggah lading
Kita masih belum paham
( dua tanaman didekatnya terkulai satu
Tanaman lainya rontok lainya)
Sudah terlanjur membiarkan tumbuh
Tegak menopak kelopak hitam
Memuaja diri ditenga luka
Merasa tiada tersentuh angin kencang
( tanaman disekelilinya telah jadi perisai
Merintangi angin meremas kelopaknya)
Mawar hitam
Dalam tubuhnya mengalir tuba
Hidupnya telah meracuni mjiwa
Tapi siapa yang menebasnya
Yariya yulius pekei, 28 maret 20010
Langit tak bening lagi
Langit tak bening lagi
Dari awal hinga akhir kelahiran
Telah terukir urutan kedudukan
Yang kemudian dikukuhkan alam
Dan terpateri selala-lamanya
Lalu dalam meniti hari
Sama merangsan esok
Sama merangsan esok
Sama layankan pandang ke angkasa
Sama gantungkan angan diantara bintang
Maka segala gerak untuk mewujutkan hasrat
Hingga segalah noktah batas di langgar
Demi tak siasikan upaya
Entah kapan semua itu berakhir
Kerenanya kebersamaan pun kini jadi sirkuit ambisi
Kariya yulius pekei tanggal 5 maret 2010
Dari awal hinga akhir kelahiran
Telah terukir urutan kedudukan
Yang kemudian dikukuhkan alam
Dan terpateri selala-lamanya
Lalu dalam meniti hari
Sama merangsan esok
Sama merangsan esok
Sama layankan pandang ke angkasa
Sama gantungkan angan diantara bintang
Maka segala gerak untuk mewujutkan hasrat
Hingga segalah noktah batas di langgar
Demi tak siasikan upaya
Entah kapan semua itu berakhir
Kerenanya kebersamaan pun kini jadi sirkuit ambisi
Kariya yulius pekei tanggal 5 maret 2010
Konpensasi
Konpensasi
Pada hari ini,
Dibaringkan segala suka dan duka
Juga kerinduan yang pekat dalam dada
Serta semua tanda Tanya di kepala
Yang tak terjawab sepanjang perjalanan
Di hari-hari kemarin
Biarlah semua itu tingal kenanggan
Yang akan sirna dengan sendirinya
Seiring waktu yang terus berputar
Dalam meniti hari-hari berikutnya
Sehingga gerak selanjutnya
Terpusat pada satu cahaya
Ditempu denga sepenuh daya.
Catatan: puisi di atas ini saya
Kariya yuliua pekei tanggal 12 februari 2010
Pada hari ini,
Dibaringkan segala suka dan duka
Juga kerinduan yang pekat dalam dada
Serta semua tanda Tanya di kepala
Yang tak terjawab sepanjang perjalanan
Di hari-hari kemarin
Biarlah semua itu tingal kenanggan
Yang akan sirna dengan sendirinya
Seiring waktu yang terus berputar
Dalam meniti hari-hari berikutnya
Sehingga gerak selanjutnya
Terpusat pada satu cahaya
Ditempu denga sepenuh daya.
Catatan: puisi di atas ini saya
Kariya yuliua pekei tanggal 12 februari 2010
MATRIKULASI MENYELIMUTI UNIVERSITAS SANATA DHARMA (USD)
MATRIKULASI MENYELIMUTI UNIVERSITAS SANATA DHARMA (USD)
Sanata Dharma membuka mata untuk mengankat daerah-daerah yang ketingalan sumberdaya manusia seperti Papua,NTT melalui Matrikulasi. Program Matrikulasi berlaku selama satu tahun, selama matrikulasi anak–anak peserta Matrikulasi di kususkan mempelajari empat mata pelajaran yakni, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematiaka, serta Spritualitas atau Pengembangan diri. Setelah selesai Matrikulasi penyelengara memberi kesempatan untuk memilih jurusan masin-masin sesuai dengan jurusan yang diminatinya. Program ini, sudah berlangsung sejak tahun 2007. Selama berlansung kerja sama selama tiga tahun, mahasiswa papua melalui program tersebut,sudah tersebar ke seluruh jurusan yang ada di Universitas Sanata Dharama (USD).
Pemerintah sangup bekerja sama, Sanata Dharma bersedia menerima dan menampung, karena ini merupakan bagian yang sangat penting untuk mengankat sumber daya manusia (SDM) Tutur penyelengara program Matrikulasi Dekan FKIP,USD, Bapak Drs.T. Sarkim, M. Ed. Ph .D. Sumberdaya manausia di propinsi papua diangap belum mampu bersain dengan tenaga-tenaga trampil di luar papua. Sebagian pihak menilai tidak siapan sumberdaya manusia di propinsi papua pada umumya dan khususnya timika dan pegunungan bintang, mengadapi pasar kerja disebabkan oleh persoalan pendidikan dasar dan menengah kualitasnya jauh di bawah standar.
Akibatnya, tahun sebelumnya hampir semua mahasiswa dan pelajar asal Timika melalui lembaga Pengembangan Amugme dan Kamoro (LPMK) dan Kabupaten Pegunungan Bintang yang melalui biaiya beasiswa belum mencapai pada target yang dicicta-citakan. Dengan melatar belakangi kenyataan ini, Maka kedua lembaga tersebut memutuskan pendekatan dengan Universitas Sanata Dharma, untuk bekerja sama melalui matrikulasi. Pradigma baru ini, ingin mencoba agar mengejar ketingalan bersaing dengan mahasiswa dan pelajar lainya dari luar papua.
OLEH YULIUS PEKEI (Mahasiswa pendidikan bahasa sastra indonesia dan daerah (PBSID/FKIP/USD)
Email : yykebadabi@yahoo.com
HP : 081392549876
Sanata Dharma membuka mata untuk mengankat daerah-daerah yang ketingalan sumberdaya manusia seperti Papua,NTT melalui Matrikulasi. Program Matrikulasi berlaku selama satu tahun, selama matrikulasi anak–anak peserta Matrikulasi di kususkan mempelajari empat mata pelajaran yakni, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematiaka, serta Spritualitas atau Pengembangan diri. Setelah selesai Matrikulasi penyelengara memberi kesempatan untuk memilih jurusan masin-masin sesuai dengan jurusan yang diminatinya. Program ini, sudah berlangsung sejak tahun 2007. Selama berlansung kerja sama selama tiga tahun, mahasiswa papua melalui program tersebut,sudah tersebar ke seluruh jurusan yang ada di Universitas Sanata Dharama (USD).
Pemerintah sangup bekerja sama, Sanata Dharma bersedia menerima dan menampung, karena ini merupakan bagian yang sangat penting untuk mengankat sumber daya manusia (SDM) Tutur penyelengara program Matrikulasi Dekan FKIP,USD, Bapak Drs.T. Sarkim, M. Ed. Ph .D. Sumberdaya manausia di propinsi papua diangap belum mampu bersain dengan tenaga-tenaga trampil di luar papua. Sebagian pihak menilai tidak siapan sumberdaya manusia di propinsi papua pada umumya dan khususnya timika dan pegunungan bintang, mengadapi pasar kerja disebabkan oleh persoalan pendidikan dasar dan menengah kualitasnya jauh di bawah standar.
Akibatnya, tahun sebelumnya hampir semua mahasiswa dan pelajar asal Timika melalui lembaga Pengembangan Amugme dan Kamoro (LPMK) dan Kabupaten Pegunungan Bintang yang melalui biaiya beasiswa belum mencapai pada target yang dicicta-citakan. Dengan melatar belakangi kenyataan ini, Maka kedua lembaga tersebut memutuskan pendekatan dengan Universitas Sanata Dharma, untuk bekerja sama melalui matrikulasi. Pradigma baru ini, ingin mencoba agar mengejar ketingalan bersaing dengan mahasiswa dan pelajar lainya dari luar papua.
OLEH YULIUS PEKEI (Mahasiswa pendidikan bahasa sastra indonesia dan daerah (PBSID/FKIP/USD)
Email : yykebadabi@yahoo.com
HP : 081392549876
PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR DIWAJIBKAN MENYALAKAN LAMPU DI SIANG HARI
PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR DIWAJIBKAN MENYALAKAN LAMPU DI SIANG HARI
Penganti Undang-Undang No.14 tahun 1992 tentang lalu lintas, pengemudi kendaraan bermor diwajibkan menyalakan lampu terutama pada siang hari.
Peraturan tersebut menuai pendapat berbeda dari masyarakat, namun ditetapkannya Undang-undang baru. No. 22 Tahun 2009 tentang angkutan jalan, tanggal 22 Juni 2009, maka segala ketentuan dalam Undang-Undang tersebut berlaku secara Nasional.
Dalam salah satu Pasal yakni, pasal 107 Undang-Undang tersebut, diatur tentang kewajiban pengemudi kendaraan bermotor menyalakan lampu pada siang hari, yang dikenal dengan program Safety Riding atau cara aman berkendaraan. Bagi mereka yang tidak menyalakan lampu, akan dikenakan pidana maksimal 15 hari kurungan atau denda 100 ribu rupiah. Hari ke hari semakin membingukan yang mana pendapat ahli / media tentang masalah menyalakan lampu hazard saat hujan lebat di Tabloid OTOMOTIF edisi 01/XIX.
Bukannya tamba jelas, yang ada malah memboroskan aki pada motor, Melanggar undang-undang, karena sudah menyalakan lampu utama sepanjang siang hari maka tidak bisa difungsikan pada malam hari. Selain itu, aturan tersebut hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, sedangkan pengendara akan membayar cost yang lebih tinggi untuk kendaraannya.
Antisipasi
Jadi solusi yang tepat adalah memberikan pembekalan dan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi dari polres setempat, Supaya masyarakat bisa memahami pengunaan lampu, baik lampu hazard,sein maupun lampu utama.
Oleh: Yulius Pekei (Mahasiswa, PBSID.FKIP, Universitas Sanata Dharama) Yogyakarta.
Penganti Undang-Undang No.14 tahun 1992 tentang lalu lintas, pengemudi kendaraan bermor diwajibkan menyalakan lampu terutama pada siang hari.
Peraturan tersebut menuai pendapat berbeda dari masyarakat, namun ditetapkannya Undang-undang baru. No. 22 Tahun 2009 tentang angkutan jalan, tanggal 22 Juni 2009, maka segala ketentuan dalam Undang-Undang tersebut berlaku secara Nasional.
Dalam salah satu Pasal yakni, pasal 107 Undang-Undang tersebut, diatur tentang kewajiban pengemudi kendaraan bermotor menyalakan lampu pada siang hari, yang dikenal dengan program Safety Riding atau cara aman berkendaraan. Bagi mereka yang tidak menyalakan lampu, akan dikenakan pidana maksimal 15 hari kurungan atau denda 100 ribu rupiah. Hari ke hari semakin membingukan yang mana pendapat ahli / media tentang masalah menyalakan lampu hazard saat hujan lebat di Tabloid OTOMOTIF edisi 01/XIX.
Bukannya tamba jelas, yang ada malah memboroskan aki pada motor, Melanggar undang-undang, karena sudah menyalakan lampu utama sepanjang siang hari maka tidak bisa difungsikan pada malam hari. Selain itu, aturan tersebut hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, sedangkan pengendara akan membayar cost yang lebih tinggi untuk kendaraannya.
Antisipasi
Jadi solusi yang tepat adalah memberikan pembekalan dan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi dari polres setempat, Supaya masyarakat bisa memahami pengunaan lampu, baik lampu hazard,sein maupun lampu utama.
Oleh: Yulius Pekei (Mahasiswa, PBSID.FKIP, Universitas Sanata Dharama) Yogyakarta.
dari OTSUS ke TRANSMIGRASI di PAPUA
dari OTSUS ke TRANSMIGRASI di PAPUA
Selama sepuluh tahun otonomi Khusus (Otsus) berjalan, Pemerintah Propinsi belum mencapai sasaran kesejatraan bagi masyarakat sendiri. pendataan penduduk masih belum menata baik. Penduduk yang ada belum mencapai harapan yang kita inginkan, namun pemerintah propinsi papua membuka wadah baru bagi penambaan penduduk di propinsi papua melalui program Transmigrasi.
Program transmingrasi di Papua saat ini akan dilaksanakan kembali, diatur melalui Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) berdasarkan amanat UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua. Sebenarnya, program Transmigarasi sudah dihentikan pada masa reformasi, usulan pemerintah daerah sesuai UU Otsus. Perdasi program transmigrasi diatur dalam UU Otsus pasal 61 ayat 3, yang berbunyi 'Program transmigrasi harus dilakukan maksimal berdasarkan persetujuan Gubernur selaku kepala daerah yang menjalankan amanat UU Otsus Papua'.
Program transmigrasi yang dilakukan atas keinginan pemerintah propinsi pada tahun 2010 ini, itu diputuskan sejak tahun 2000 yang lalu karena dinilai terlalu sentralistik sehingga pada era Otsus Papua, semua program dikembalikan sesuai dengan kebutuhan Pihak tertentu. Dengan selama OSUS Pemerintah Propinsi, hasil kenyataan masih sebagai barometer dalam melaksanakan berbagai program pembangunan Daerah,
Pemerintah Propinsi papua, yang rencananya akan disebarkan ke 15 kabupaten yang baru benar-benar membutukan dukungan semua pihak, Apakah wadah baru ini, bisa menjawab kesejatraan masyarakat?, namun apakah masyarakat setempat siap menerima dan menyesuaikan keterampilan yang dimiliki oleh penduduk transmigrasi?
Salah satunya, Kabupaten Yahukimo membuka wacana untuk menerima transmigrasi masuk ke daerahnya untuk bersama-sama masyarakat setempat membangun daerah terpencil di Papua itu, namun dengan kenyataan masyarakat setempat belum memfasilitasi dari pemerintah untuk mengembangkan ketrampilanya seperti pertanian, perikanan, peternakan sehingga masyarakat penontong setia.
kemanakan semua dana Otsus yang sudah berlangsun selama sepuluh tahun? Kapan mengembangkan skill untuk masyarakat Papuan itu sendiri untuk melayani dan dilayani masyarakat setempat? .
kebijakan yang diambil bergulir ini, semuanya elit politik, kepentingan sendiri dan jangan jadikan masyarakat setempat sebagai objek. Masih ada masalah menamba masalah, coba merefleksi kembali sejauh manakah yang sudah dicapai, kemudian bagian mana yang kurang?, Kalau keseluruang tenagah, didatangkan dari luar Papua, nantinya masyarakat setempat jadi penontong yang andal ditanahnya sendiri.
Salah satu jalang keluar yang saya usulkan adalah pemerintah propinsi monitoring ke seluruh kabupaten yang ada, lalu membekali sesuai dengan kebutuhan masyarakat diinginkan. Setelah pogaram itu sudah berlangsung dengan baik dan sebagian masyarakat sudah miliki ketrampilan masin-masin kemudian pemerintah memakai kaca mata jernih untuk melihat bagian-bagian yang masyarakat papua tidak mampu, kemudian mendatangkan tenaga yang memiliki Skill di bagian itu melalui program program transmigarasi yang di tetapkan Propinsi Papua.
Oleh
Oleh Yulius Pekei,No.HP. 081392549876 Atau E-mail: yykebadabi@yahoo.com.
Selama sepuluh tahun otonomi Khusus (Otsus) berjalan, Pemerintah Propinsi belum mencapai sasaran kesejatraan bagi masyarakat sendiri. pendataan penduduk masih belum menata baik. Penduduk yang ada belum mencapai harapan yang kita inginkan, namun pemerintah propinsi papua membuka wadah baru bagi penambaan penduduk di propinsi papua melalui program Transmigrasi.
Program transmingrasi di Papua saat ini akan dilaksanakan kembali, diatur melalui Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) berdasarkan amanat UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua. Sebenarnya, program Transmigarasi sudah dihentikan pada masa reformasi, usulan pemerintah daerah sesuai UU Otsus. Perdasi program transmigrasi diatur dalam UU Otsus pasal 61 ayat 3, yang berbunyi 'Program transmigrasi harus dilakukan maksimal berdasarkan persetujuan Gubernur selaku kepala daerah yang menjalankan amanat UU Otsus Papua'.
Program transmigrasi yang dilakukan atas keinginan pemerintah propinsi pada tahun 2010 ini, itu diputuskan sejak tahun 2000 yang lalu karena dinilai terlalu sentralistik sehingga pada era Otsus Papua, semua program dikembalikan sesuai dengan kebutuhan Pihak tertentu. Dengan selama OSUS Pemerintah Propinsi, hasil kenyataan masih sebagai barometer dalam melaksanakan berbagai program pembangunan Daerah,
Pemerintah Propinsi papua, yang rencananya akan disebarkan ke 15 kabupaten yang baru benar-benar membutukan dukungan semua pihak, Apakah wadah baru ini, bisa menjawab kesejatraan masyarakat?, namun apakah masyarakat setempat siap menerima dan menyesuaikan keterampilan yang dimiliki oleh penduduk transmigrasi?
Salah satunya, Kabupaten Yahukimo membuka wacana untuk menerima transmigrasi masuk ke daerahnya untuk bersama-sama masyarakat setempat membangun daerah terpencil di Papua itu, namun dengan kenyataan masyarakat setempat belum memfasilitasi dari pemerintah untuk mengembangkan ketrampilanya seperti pertanian, perikanan, peternakan sehingga masyarakat penontong setia.
kemanakan semua dana Otsus yang sudah berlangsun selama sepuluh tahun? Kapan mengembangkan skill untuk masyarakat Papuan itu sendiri untuk melayani dan dilayani masyarakat setempat? .
kebijakan yang diambil bergulir ini, semuanya elit politik, kepentingan sendiri dan jangan jadikan masyarakat setempat sebagai objek. Masih ada masalah menamba masalah, coba merefleksi kembali sejauh manakah yang sudah dicapai, kemudian bagian mana yang kurang?, Kalau keseluruang tenagah, didatangkan dari luar Papua, nantinya masyarakat setempat jadi penontong yang andal ditanahnya sendiri.
Salah satu jalang keluar yang saya usulkan adalah pemerintah propinsi monitoring ke seluruh kabupaten yang ada, lalu membekali sesuai dengan kebutuhan masyarakat diinginkan. Setelah pogaram itu sudah berlangsung dengan baik dan sebagian masyarakat sudah miliki ketrampilan masin-masin kemudian pemerintah memakai kaca mata jernih untuk melihat bagian-bagian yang masyarakat papua tidak mampu, kemudian mendatangkan tenaga yang memiliki Skill di bagian itu melalui program program transmigarasi yang di tetapkan Propinsi Papua.
Oleh
Oleh Yulius Pekei,No.HP. 081392549876 Atau E-mail: yykebadabi@yahoo.com.
Jumat, 09 April 2010
KESEPIAN PENDERITAAN
Judul Buku : WHY DO PEOPLE SUFFER?
“Mengapa Manusia Menderita?”
Pengarang : JAMES JONES
Penerbit : KANISIUS ANGGOTA IKAPI
Tahun Terbit : 2010.
Tebal Buku : 111
KESEPIAN PENDERITAAN
Lembaran abad ke-21 baru saja dimulai, namun dengan segera, halaman-halaman penuhi dengan tragedi. Sehari setelah natal 2004, hampir setenga juta disapu oleh Glombang Tsunami asia. Di seluruh dunia, orang-orang berduka karena kehilangan orang-orang yang mereka cintai. Tayangan video benar- benar menghadirkan rasa ngeri kerumah-rumah, sama pasti dengan gelombang yang menyapu bangunan-bangunan, hotel, pondok, desa-desa. Kehancuran itu tidak dipilih-pilih terhadap korbangnya, baik miskin maupun kaya. Simbol-simbol kedigdayaan ekonomi dan militer amerika dihancurkan oleh para pejuan bunu diri yang menunjukan bahwa pada saat ini peradaban dapat dijadikan sasaran terror yang tak terbayangkan.
Di sini, manusia yang bertujuan menciptakan penderitaan manusia, menimbulkan luka-luka yang mematikan terhadap diri sendiri dan terhadap musu yang lain. Banyak orang memiliki akses yang baik pada perawatan kesehatan dan konsekuensinya, untuk hidupnya lebih panjang. Namun keadaan seperti ini telah membentuk suatu sikap di dalam lingkaran yang memiliki hak istimewa. Tetapi rasa sakit dan penderitaan setiap manusia selalu menghantui. Bahkan kematian sendiri dari pandangan sebagai suatu siklus alamiah, dibicarakan dalam nada yang sunyi. Kematian merupakan suatu musuh rahasia yang telah mengambil seseorang secara tiba-tiba. Sekalipun begitu, pengalaman kematian sama seringnya dengan pengalaman manusia dilahirkan.
Penderitaan berada dalam struktur kehidupan kita. Tidak ada kehidupan tampa rasa sakit mental, fisik, emosional, entah spiritual, begitulah cara kita berada. Kesulitan yang menggangu kita entah siap dan bertahan mengadapi masalah-masalah yang akan datang kedalam hidup kita tampa bisa dihindari lagi. Meskipun lebih realitis dan lebih seat masih meningalkan pertanyaan bagi kita tentang mengapa ada penderitaan, di tempat pertama, dan bagimana bisa allah yang penuh cinta itu membiarkan dunia penderitaan yang tetap ada.
Ada suatu kesepian dalam penderitaan, itu terasa seperti seolah-olah kitalah yang satu-satunya menderita. Kita rasa orang lain baik-baik saja,dunia mereka tampak utuh hannya dunia kita sendirilah yang hancur, hidup terus berjalan bagi orang lain, hidup kita berhenti.
Buku yang berjudul Why People Suffer? Isinya sangat beragam disertai foto-foto dan kutipan-kutipan ayat dalam injil. Fotonya seperti reruntuhan menara kembar WTC,New,York, seorang wanita aceh reruntuhan rumahnya di tenggah kota banda aceh, kekeringan di Rafri, timur laut Kenya, pengunsian di pingiran sundan, dampak sebuah gempa bumi di Armenia pada tahun 1989,dll.
Membaca buku ini seolah-olah menghayati situasi nyata, ikut menyedikan dan juga merefleksi diri. Kenyataannya , dunia ini penuh derita. Cengraman penderitaan sangat kuat seolah-olah meyingkirkan keberadaan Allah. Sejatinya situasi semacam itu kita ditantang untuk selalu berani beriman kepada Allah yang baik dan penuh kasi. Mengapa Allah yang penuh kasih itu membiarkan penderitaan terjadi? Apakah Allah menciptakan kejahatan? Apakah memang tujuan Allah menciptakan dunia agar dipenuhi penderitaan? Mengapa Allah tidak bertindak sesuatu untuk menyingkirkan penderitaan?
Pertanyaan pertanyaan seperti ini terus memburu dan menghantuhi, susah menemukan jawabanya. Dalam buku Why People Suffer? Ini, James Jones membantu kita untuk satu per satu mengurai fakta penderitaan dan menemukan makna terdalam dibalik derita. Melalui buku ini, penulis mengajak dan membawa kita untuk bertemu, mengenal dan memahami Allah yang menderita. Pembaca mengajak, yang ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kunjungi buku ini!
catatan: resensi ini pernah muat di media pers mahasiswa USD
Oleh ( Yulius Pekei, Mahasiswa PBSID, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ).
No.HP. 081392549876 Atau E-mail: yykebadabi@yahoo.com.
“Mengapa Manusia Menderita?”
Pengarang : JAMES JONES
Penerbit : KANISIUS ANGGOTA IKAPI
Tahun Terbit : 2010.
Tebal Buku : 111
KESEPIAN PENDERITAAN
Lembaran abad ke-21 baru saja dimulai, namun dengan segera, halaman-halaman penuhi dengan tragedi. Sehari setelah natal 2004, hampir setenga juta disapu oleh Glombang Tsunami asia. Di seluruh dunia, orang-orang berduka karena kehilangan orang-orang yang mereka cintai. Tayangan video benar- benar menghadirkan rasa ngeri kerumah-rumah, sama pasti dengan gelombang yang menyapu bangunan-bangunan, hotel, pondok, desa-desa. Kehancuran itu tidak dipilih-pilih terhadap korbangnya, baik miskin maupun kaya. Simbol-simbol kedigdayaan ekonomi dan militer amerika dihancurkan oleh para pejuan bunu diri yang menunjukan bahwa pada saat ini peradaban dapat dijadikan sasaran terror yang tak terbayangkan.
Di sini, manusia yang bertujuan menciptakan penderitaan manusia, menimbulkan luka-luka yang mematikan terhadap diri sendiri dan terhadap musu yang lain. Banyak orang memiliki akses yang baik pada perawatan kesehatan dan konsekuensinya, untuk hidupnya lebih panjang. Namun keadaan seperti ini telah membentuk suatu sikap di dalam lingkaran yang memiliki hak istimewa. Tetapi rasa sakit dan penderitaan setiap manusia selalu menghantui. Bahkan kematian sendiri dari pandangan sebagai suatu siklus alamiah, dibicarakan dalam nada yang sunyi. Kematian merupakan suatu musuh rahasia yang telah mengambil seseorang secara tiba-tiba. Sekalipun begitu, pengalaman kematian sama seringnya dengan pengalaman manusia dilahirkan.
Penderitaan berada dalam struktur kehidupan kita. Tidak ada kehidupan tampa rasa sakit mental, fisik, emosional, entah spiritual, begitulah cara kita berada. Kesulitan yang menggangu kita entah siap dan bertahan mengadapi masalah-masalah yang akan datang kedalam hidup kita tampa bisa dihindari lagi. Meskipun lebih realitis dan lebih seat masih meningalkan pertanyaan bagi kita tentang mengapa ada penderitaan, di tempat pertama, dan bagimana bisa allah yang penuh cinta itu membiarkan dunia penderitaan yang tetap ada.
Ada suatu kesepian dalam penderitaan, itu terasa seperti seolah-olah kitalah yang satu-satunya menderita. Kita rasa orang lain baik-baik saja,dunia mereka tampak utuh hannya dunia kita sendirilah yang hancur, hidup terus berjalan bagi orang lain, hidup kita berhenti.
Buku yang berjudul Why People Suffer? Isinya sangat beragam disertai foto-foto dan kutipan-kutipan ayat dalam injil. Fotonya seperti reruntuhan menara kembar WTC,New,York, seorang wanita aceh reruntuhan rumahnya di tenggah kota banda aceh, kekeringan di Rafri, timur laut Kenya, pengunsian di pingiran sundan, dampak sebuah gempa bumi di Armenia pada tahun 1989,dll.
Membaca buku ini seolah-olah menghayati situasi nyata, ikut menyedikan dan juga merefleksi diri. Kenyataannya , dunia ini penuh derita. Cengraman penderitaan sangat kuat seolah-olah meyingkirkan keberadaan Allah. Sejatinya situasi semacam itu kita ditantang untuk selalu berani beriman kepada Allah yang baik dan penuh kasi. Mengapa Allah yang penuh kasih itu membiarkan penderitaan terjadi? Apakah Allah menciptakan kejahatan? Apakah memang tujuan Allah menciptakan dunia agar dipenuhi penderitaan? Mengapa Allah tidak bertindak sesuatu untuk menyingkirkan penderitaan?
Pertanyaan pertanyaan seperti ini terus memburu dan menghantuhi, susah menemukan jawabanya. Dalam buku Why People Suffer? Ini, James Jones membantu kita untuk satu per satu mengurai fakta penderitaan dan menemukan makna terdalam dibalik derita. Melalui buku ini, penulis mengajak dan membawa kita untuk bertemu, mengenal dan memahami Allah yang menderita. Pembaca mengajak, yang ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kunjungi buku ini!
catatan: resensi ini pernah muat di media pers mahasiswa USD
Oleh ( Yulius Pekei, Mahasiswa PBSID, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ).
No.HP. 081392549876 Atau E-mail: yykebadabi@yahoo.com.
PROSES PENDEWASAAN ANAK-ANAK DAN KAUM MUDA
Judul Buku : Lebih Indah Lebih Berbuah “Kreatifitas untuk Misa Anak-Anak dan Kaum Muda”
Pengarang : C.H. Suryanugraha, OSC
Penerbit : Knisius Angota Ikapi
Tahun Terbit : 2010.
Tebal Buku : 130
PROSES PENDEWASAAN ANAK-ANAK DAN KAUM MUDA
Anak-anak dan kaum muda merupakan perang penting dalam generasi penerus di masyarakat untuk membangun bangsa dan negara. Tetapi kreatifitas untuk misa anak-anak dan kaum muda pada masa kini telah dianggap remeh oleh kalangan masyarat terutama kaum muda. Meskipun dengan berbagai cara para pemimpin negara, pemimpin gereja, dan orang tua pemerhati Agama selalu berjuang untuk melindungi dan membantu proses pendewasaan diri mereka.
Dalam hal pendidikan liturgi memang sudah tidak bisa diharapkan untuk konsumsi anak-anak dan kaum muda pada saat ini, karena sudah sangat terlihat jelas bahwa sebagian besar remaja tidak hidup beriman. Masa remaja sekarang lebih menyukai menonton tayangan-tayangan TV yang semakin hebo, sibuk dengan pacaran, internet dan hiburan hiburan lain yang sebenarnya merusak moral generasi muda kedepan.
Dengan perkembangan kecanggihan-kecanggihan teknologi itu bisah akan berperang dalam kehidupan. Akan tetapi, tidak seharusnya melupakan hidup beriman. Hadirnya Buku Lebih Indah Lebih Berbuah …ini penulis dimaksutkan supaya dapat menjadi bantuan untuk siapa yang terlibat dalam pendidikan lituri bagi anak-anak dan orang muda, khususnya yang berkaitan dengan penyelengaraan perayaan ekaristi. Dalam buku ini juga penulis menyusun berdasarkan pengalaman belajar dan berliturgi bersama kaum muda.
Buku Yang Berjudul Lebih Indah Lebih Berbua .... Menguraikan dua bagian yakni bagian pertama membahas misa anak-anak dan bagian kedua membahas misa kaum muda. Pada kedua bagian ini lebih dikususkan lagi, bagian pertama menguraikan bagimana perang hubungan anak-anak dengan misanya?, mengapa misa dikhususkan untuk anak-anak?,unsur-unsur seni yang dipetik melalui misa, dan peluan-peluan untuk kreativitas.
Pada bagian kedua penulis membahas bagimana nilai-nilai ekaristi dalam hidup kaum muda?, mamfat-mamfat dan kaidah-kaidah yang bisa di miliki kaum muda, dan peluang kreatifitas kaum muda dengan ekaristi. Karena penulis merasa dua bagian belum lengkap jika ditambakan bagian ketiga, tentang perluhnya kelompok animasi sebagai kelompok khusus yang memikirkan kreativitas demi keindahan perayaan liturgi.
Ingin tahu bagimana mempersiapkan misa untuk anak-anak, kaum muda dan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas ini, buku ini mungkin adalah jawaban yang anda cari. Membaca buku ini terasa membaca sikap anak-anak dan kaum muda terhadap keberadaan berbagai hal hidup sehari-hari. Palin tidak sudah mengetahui untuk mengembangkan hal-hal itu, karena itu merupakan persoalan tersendiri yang harus membekali pada saat usia dini, maka kunjungilah buku ini.
Oleh
Oleh ( Yulius Pekei, Mahasiswa PBSID, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ).
No.HP. 081392549876 Atau E-mail: yykebadabi@yahoo.com.
Pengarang : C.H. Suryanugraha, OSC
Penerbit : Knisius Angota Ikapi
Tahun Terbit : 2010.
Tebal Buku : 130
PROSES PENDEWASAAN ANAK-ANAK DAN KAUM MUDA
Anak-anak dan kaum muda merupakan perang penting dalam generasi penerus di masyarakat untuk membangun bangsa dan negara. Tetapi kreatifitas untuk misa anak-anak dan kaum muda pada masa kini telah dianggap remeh oleh kalangan masyarat terutama kaum muda. Meskipun dengan berbagai cara para pemimpin negara, pemimpin gereja, dan orang tua pemerhati Agama selalu berjuang untuk melindungi dan membantu proses pendewasaan diri mereka.
Dalam hal pendidikan liturgi memang sudah tidak bisa diharapkan untuk konsumsi anak-anak dan kaum muda pada saat ini, karena sudah sangat terlihat jelas bahwa sebagian besar remaja tidak hidup beriman. Masa remaja sekarang lebih menyukai menonton tayangan-tayangan TV yang semakin hebo, sibuk dengan pacaran, internet dan hiburan hiburan lain yang sebenarnya merusak moral generasi muda kedepan.
Dengan perkembangan kecanggihan-kecanggihan teknologi itu bisah akan berperang dalam kehidupan. Akan tetapi, tidak seharusnya melupakan hidup beriman. Hadirnya Buku Lebih Indah Lebih Berbuah …ini penulis dimaksutkan supaya dapat menjadi bantuan untuk siapa yang terlibat dalam pendidikan lituri bagi anak-anak dan orang muda, khususnya yang berkaitan dengan penyelengaraan perayaan ekaristi. Dalam buku ini juga penulis menyusun berdasarkan pengalaman belajar dan berliturgi bersama kaum muda.
Buku Yang Berjudul Lebih Indah Lebih Berbua .... Menguraikan dua bagian yakni bagian pertama membahas misa anak-anak dan bagian kedua membahas misa kaum muda. Pada kedua bagian ini lebih dikususkan lagi, bagian pertama menguraikan bagimana perang hubungan anak-anak dengan misanya?, mengapa misa dikhususkan untuk anak-anak?,unsur-unsur seni yang dipetik melalui misa, dan peluan-peluan untuk kreativitas.
Pada bagian kedua penulis membahas bagimana nilai-nilai ekaristi dalam hidup kaum muda?, mamfat-mamfat dan kaidah-kaidah yang bisa di miliki kaum muda, dan peluang kreatifitas kaum muda dengan ekaristi. Karena penulis merasa dua bagian belum lengkap jika ditambakan bagian ketiga, tentang perluhnya kelompok animasi sebagai kelompok khusus yang memikirkan kreativitas demi keindahan perayaan liturgi.
Ingin tahu bagimana mempersiapkan misa untuk anak-anak, kaum muda dan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas ini, buku ini mungkin adalah jawaban yang anda cari. Membaca buku ini terasa membaca sikap anak-anak dan kaum muda terhadap keberadaan berbagai hal hidup sehari-hari. Palin tidak sudah mengetahui untuk mengembangkan hal-hal itu, karena itu merupakan persoalan tersendiri yang harus membekali pada saat usia dini, maka kunjungilah buku ini.
Oleh
Oleh ( Yulius Pekei, Mahasiswa PBSID, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ).
No.HP. 081392549876 Atau E-mail: yykebadabi@yahoo.com.
Langganan:
Postingan (Atom)